Merayakan Natal Itu Berbahaya ?
Judul ini : “Merayakan Natal Itu Berbahaya” pernah membuat geger umat Kristiani di akhir tahun 1981. Ulah Siapa ini?. Siapa lagi kalau bukan “ulah” Pdt. Dr. Andar Ismail (seorang Pendeta GKI Samanhudi Jakarta yang bekerja sebagai dosen di STT Jakarta). Pak Andar , begitu panggilan akrabnya, lerwat buku “SELAMAT NATAL”
[1] membuat uraian kritis dan sangat menarik tentang Natal yang bisa menjadi berbahaya, jika tidak disertai dengan penghayatan dan pemahaman yang benar. Berikut ini adalah bahaya-bahaya sekitar Natal yang dimuat dalam buku tsb. yaitu:
Komersialisasi Natal
Natal secara sadar atau tidak, lalu menjadi identik dengan rupa-rupa bisnis dan sejumlah komuditas / barang dagangan, seperti: Sinterklas, Pohon Terang, Aneka Hiasan Natal, Lampu Natal, Kartu Natal, Parcel Natal, Konser Natal, Tour Natal, dan aneka acara Pesta Natal. Seandainya Tuhan Yesus hadir dalam acara perayaan Natal kita sekarang, maka Ia pasti terheran-heran sambil berpikir, “Apa hubungannya barang-barang ini dengan Kelahiran-Ku?”.
Gemerlapan dan Kemewahan Natal
Natal biasanya membutuhkan aneka persiapan yang berlebihan, dari sekedar rapat-rapat, hingga persiapan pentas drama, koor, maupun acara lainnya; lengkap dengan pesta, kemewahan dan gemerlapan. Akibatnya kita cenderung kehilangan makna keheningan dan kesederhanaan Natal.
Emosi Merohanikan Natal
Perayaan Natal yang cenderung dibesar-besarkan seperti sekarang ini juga membuat godaan untuk jatuh pada emosi merohanikan natal dengan berkata bahwa kita perlu “membuka hati menjadi palungan”, supaya “Yesus lahir di hati kita”. Kata-kata itu memang terdengar bagus, tetapi apa maknanya?. Bukankah sebagai umat Kristen, kita tidak diminta menjadi “palungan” tetapi diminta untuk datang kepadaNya dengan pembaruan dan pertobatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari?
Kemunafikan Natal
Sering terjadi Natal menjadi kedok kebaikan. Orang tiba-tiba menjadi rajin ke gereja, ramah, baik hati dan pemurah. Namun, begitu perayaan Natal berlalu maka kita kembali memakai pola hidup egois, beringas dan jauh dari gaya hidup Kristen yang sesungguhnya dikehendaki Kristus.
Eksklusivisme Natal
Natal pada hakikatnya adalah tindakan solidaritas illahi kepada umat manusia dalam karya Yesus. Namun, yang sering terjadi , acara natal menjadi acara “Dari Kita Untuk Kita”, untuk mencari kepuasan rohani kita sendiri. Bahkan tak jarang terjadi acara natal dikemas dalam sebuah acara yang sangat ekklusif, sehingga untuk masuk ke ruangan itu pun perlu membawa undangan khusus. Sekali lagi, bukankah ini bertentangan dengan hakikat natal ?
Dengan menguraikan bahaya merayakan natal tsb., kita diajak bukan untuk membuang perayaan natal; melainkan justru kita diajak untuk merayakan Natal secara hati-hati dan bertanggung jawab. Itulah sebabnya dalam tulisan ini kita juga diajak untuk bagaimana merayakan Natal secara Kreatif.
Kembali ke “Inti Natal”
Peringatan Hari Ulang Tahun (kelahiran) sebenarnya tidak biasa dilakukan dalam kehidupan orang percaya. Alkitab mencatat ada dua kesaksian tentang perayaan Ulang Kelahiran, yaitu: (1).Ulang Tahun Firaun , pada jaman Yusuf (Kej. 40:20) dan (2).Ulang Tahun Herodes Antipas (Mat.14:6; Mark. 6:21).
Dalam kurun waktu yang lama, perayaan Ulang tahun memang menjadi kebiasaan orang-orang kafir pada jaman dulu. Umat Kristen, pada mulanya juga tidak merayakan “Kelahiran Yesus” melainkan “Kebangkitan Yesus”. Perayaan utama gereja adalah PASKAH (Kebangkitan Kristus) untuk menjadi kesaksian di seluruh dunia bahwa Yesus adalah Juru Selamat manusia. Maka jangan heran bahwa hanya Matius dan Lukas yang secara khusus menceritakan kisah Kelahiran Yesus.
Menurut catatan sejarah, perayaan Natal justru baru dilakukan oleh Gereja-gereja Kristen di Roma pada akhir abad IV, ditentukan tanggalnya adalah 25 Desember. Hal itu terjadi, karena sejak Kristen menjadi agama Negara mulai pada jaman Kaisar Konstantinus Agung, maka hari raya “Pemujaan Untuk Dewa Matahari” tidak boleh dilakukan, dan sebagai gantinya, diperkenalkan adanya Perayaan Natal pada tanggal 25 Desember. Perayaan itu makin lama makin berkembang ke seluruh dunia hingga saat ini, sebagai hari untuk secara khusus menghayati kelahiran Sang Juru Selamat umat manusia.
Berikut ini adalah hal-hal penting yang perlu kita cermati, sebagai makna penting dari perayaan Natal, yaitu:
a. Natal menjadi bermakna karena dipahami dalam perspektif Paskah
Natal atau perayaan kelahiran adalah hal yang biasa terjadi. Bukankah semua manusia di dunia ini melalui proses kelahiran? Entah ia orang kaya, atau miskin. Entah ia orang biasa, Raja ataupun seorang nabi. Tetapi, dalam Natal Kristus menjadi luar biasa karena disoroti dalam perspektif Paskah; yaitu, Kelahiran Sang Penyelamat dunia. Itulah sebabnya, orang Kristen diajak untuk tak hanya merayakan Natal, tetapi secara khusus perlu merayaan Paskah sebagai puncak karya penyelamatan Kristus.
b. Natal berarti Solidaritas Allah
Umat manusia penuh dengan cacat cela dan dosa, tetapi TUHAN (YHWH) dalam diri Yesus tetap mengasihi sehingga tindakan penyelamatan dilakukan dengan cara yang khas. Ia menjadi manusia biasa, dan lahir di tempat yang sangat sederhana dan dengan cara yang biasa pula. Tak hanya itu, berita natal pun mula-mula disampaikan kepada kaum gembala sebagai wujud pengutamakan kaum kecil yang sering terpinggirlkan. Itulah tindakan solidaritas Allah terhadap manusia menjadi ciri utama Natal; hal ini hendaknya juga menjadi teladan kita dalam merayakan natal.
c. Natal berarti Cinta Kasih dinyatakan
Jika kita cermati, dalam peristiwa Natal, maka “cinta kasih” sangat dinampakkan. Ada cinta kasih TUHAN secara universal kepada segenap umat manusia. Ada cinta kasih Yusuf-Maria, ada cinta kasih Yusuf-Maria kepada Allah, juga cinta kasih kaum gembala yang sederhana. Itulah sebabnya, cinta kasih hendaknya juga menjadi ciri utama yang mesti dinampakkan dalam penghayatan Natal kita kepada sesama manusia, terutama terhadap orang-orang yang menderita dan tersingkir.
d. Natal berarti kesederhanaan
Jika kita bersedia membayangkan suasana natal dalam kesaksian Alkitab, maka kita tak kan pernah menemukan natal yang penuh hura-hura, pesta-pora, dengan segala pemborosan bahkan komersialisasi natal. Yang akan kita temukan adalah: kesederhanaan yang dibarengi dengan ketulusan, kejujuran. Lihat saja bagaimana situasi dan kondisi Yusuf dan Maria waktu itu?. Bagaimana kondisi bayi Yesus yang ternyata Cuma ditempatkan dengan kain lampin di palungan?. Mestinya kesederhanaan natal menjadi bagian penting yang kita angkat, apalagi di saat bangsa kita penuh dengan rupa-rupa krisis dan aneka macam bencana.
e. Natal berarti pembaruan spiritualitas hidup
Relasi pribadi dengan Tuhan Allah akan membuahkan kwalitas hidup yang baik, yang tampak dalam perilaku hidup sehari-hari selaku orang beriman. Itulah Spiritualitas. Dalam peristiwa natal kita bisa mencermati kwalitas hidup Yusuf dan Maria sehingga keduanya dipilih Allah untuk menjadi sarana kelahiran-Nya. Tak hanya itu, kita bisa menemukan bagaimana proses kepekaan terhadap “kelahiran mesias” yang dilihat oleh orang-orang Majus dari Timur. Bukankah ini merupakan contoh terhadap tingkatan hidup manusia yang peka terhadap tanda-tanda jaman, peka terhadap Tuhan dan memiliki relasi pribadi dengan Dia?. Alangkah indahnya jika semangat natal juga disertai dengan pembaruan spiritualitas hidup yang benar.
Berbagai Kemungkinan “Natal Kreatif”
Sekarang kita sampai pada point penting tentang : Berbagai Kemungkinan “Natal Kreatif”. Yang dimaksud dengan “Natal Kreatif” bukan natal yang aneh-aneh, seperti: mengganti Pohon Cemara dengan Pohon Pisang atau Bambu. Bukan!. Natal Kreatif juga bukan sekedar mengganti lilin dengan oncor, lalu merubah palungan dan kandang domba menjadi gubug (=dangau – rumah kecil di tengah sawah)…. Ataupun menampilkan drama natal ala Jawa atau Indonesia sehingga Maria memakai kain kebaya , lalu Yusuf pakai beskap dan blangkon…. , menuntun Onta…. Wah , malah aneh. Bukan. Bukan itu yang dimasud Natal Kreatif.
Natal Kreatif yang dimaksud di sini adalah sebuah ajakan agar kita kembali terhadap dua hal berikut ini:
Menyadari “bahaya natal” sehingga kita tidak jatuh di dalamnya.
Menyadari “inti natal” sehingga kita bisa melakukan perayaan natal yang dilandasi oleh inti natal tsb.
Berikut ini sekedar contoh tentang merayakan natal kreatif, namun contoh ini tidak berlaku untuk semua gereja. Kita harus menemukan sendiri model natal yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kita masing-masing, yang tetap dilandasi dengan kebenartan “inti natal”.
Contoh Natal Kreatif itu misalnya:
- Natal dengan Penanaman Pohon untuk ambil bagian mengatasi GLOBAL WARMING
- Natal dengan kebersihan lingkungan (pengelolaan sampah, pembersohan saluran air dll)
- Kunjungan Sosial dalam rangka natal bisa dilakukan ke komunitas-komunitas terpinggir, seperti: Penjara, Panti Asuhan, Panti Werdha, bahkan ke tempat penampungan anak-anak cacat, juga penampungan korban para bencana alam. Wujud dan acaranya perlu dibicarakan bersama mereka.
· Kunjungan Kasih ke desa atau gereja-gereja di daerah pinggiran, bahkan gereja-gereja yang di daerah terpencil lalu mengadakan natal bersama mereka. Wujud dan acaranya juga perlu dibicarakan bersama mereka.
· Kunjungan Natal ke warga gereja/masyarakat sekitar yang membutuhkan: yang sakit, yang sudah tua, dan yang mundur ; sehingga memiliki sentuhan kasih natal dan tergerak untuk merasakan kasih Kristus.
· Kunjungan Natal ke Rumah Sakit, terutama kepada pasien-pasien yang terlantar karena jauh dari keluarga, kondisi ekonomi pas-pasan, atau yanbg tengah mengalami “sakit terminal” (sakit yang kemungkinan besar tak bisa disembuhkan).
· Aksi Sosial bersama masyarakat di sekitar gereja, disesuaikan dengan kebutuhan mereka dan kemampuan kita, seperti: memberi Makan bagi Tukang Becak, Pengobatan Gratis, Kerja Bhakti bersama masyarakat, Sunatan/Khitan Masal dll.
· Kebaktian Natal sederhana di gereja ; baik pada saat menghayati Malam Natal (24 Desember) maupun Kebaktian Natal (25 Desember) dengan menghindari segala bentuk kemewahan yang berlebihan. Buatlah Liturgi, dekorasi dan acara yang sederhana namun bermakna.
· Refleksi Natal sederhana bisa dilakukan di kelompok, persekutuan doa, maupun keluarga-keluarga Kristen; tetapi tetap mengutamakan “inti natal” termasuk untuk membangun spiritualitas pribadi dengan TUHAN.
Demikian beberapa catatan tentang Kemungkinan “Natal Kreatif” yang kami sampaikan semoga bermanfaat untuk membuka wawasan kita dalam merayakan natal yang sesuai dengan “inti natal”. Tugas kita sekarang adalah merancang dan menemukan sendiri “Natal Kreatif” kita sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kita masing-masing. Selamat mempersiapkannya. Tuhan memberkati
Pwr, 06 . (LES).
[1] Ismaei, Andar,Dr., Selamat Natal: 33 Renungan Tentang Natal (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981)