Selasa, 12 Mei 2009

PUASA: Suatu Ketetapan ALLAH

PUASA:
Suatu Ketetapan Allah
Bacaan:
Imamat 16: 29 – 31
Tujuan:
Jemaat mampu memahami dan menghayati
makna Sabbat dengan berpuasa
sebagai cara untuk merendahkan
diri di hadapan Allah


16:29 Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu.

16:30 Karena pada hari itu harus diadakan pendamaian bagimu untuk mentahirkan kamu. Kamu akan ditahirkan dari segala dosamu di hadapan TUHAN.
16:31 Hari itu harus menjadi sabat, hari perhentian penuh, bagimu dan kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa. Itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya.
(Imamat 16: 29 – 31)

B
ila kita menganggap bahwa Kitab Imamat adalah suatu kitab yang tidak penting, tidak menarik karena berisi sejumlah peraturan dan ketetapan yang sudah dianggap kedaluwarsa, maka sesungguhnya kita telah berbuat kekilafan besar!. Mengapa demikian?. Jawabnya, karena Kitab Imamat adalah salah satu kitab yang berisi latar belakang Taurat. Kita tidak mungkin mengerti Kitab Perjanjian Baru, bila Perjanjian lama (termasuk Imamat) dilupakan. Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengajarkan bahwa seluruh hukum Taurat (bahkan Kitab Para Nabi juga), tergantung pada dua hukum, yaitu: (a).Kasihilah Tuhan , Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu, dan yang kedua adalah (b).Kasihilah sesamamu manusia, seperti dirimu sendiri (Matius 22:37 – 40). Dengan kata lain, Injil Yesus Kristus berlatar belakang Perjanjian Lama.
Dalam Imamat 10:1 – 4 ada cerita tentang Nadab dan Abihu, yaitu anak Sulung, dan anak Kedua dari Imam Harun (bdk.Kel.6:22; Bil.3:2; 26:60; I Taw.6:3) Mereka telah ditahbiskan untuk memegang jabatan Imam (Kel.28:1, Bil3:3). Ketika melakukan persembahan korban, mereka berbuat kesalahan karena tidak seperti biasanya, sauatu saat menggunakan ukupan (kemenyan) yang biasa dipakai untuk dewa-dewa orang kafir. Akibatnya Tuhan murka dan keduanya mati hangus oleh api dari Tuhan. Jadi, dari Bilangan 10:1-4, memaksa kita untuk menginsyafi bahwa kita dapat kehilangan makna sebagai hamba Allah, jika jatuh dosa dan tidak bertobat serta menerima pengampunan dari Tuhan Yesus Kristus.
Sementara itu, Bilangan 16 mengisahkan tentang Hari Raya terpenting pada jaman itu, yakni YOM KIPPUR - YOM HAKKIPURIM atau Hari Raya PENDAMAIAN untuk mengajak umat Allah menyadari kasih karunia Allah (YHWH). Upara korban di atas Mezbah yang dilakukan setiap hari, setiap minggu, dan setiap bulan tidak cukup untuk meniadakan dosa!. Hanya pada hari raya Pendamaian, sebagai hari raya terbesar, terkhidmat maka Imam Besar menanggalkan jubah resminya, ia lalu memakai jubah putih. Pada waktu itu, Imam mengorbankan seekor kambing jantan yang tak bercela sebagai korban penghapus dosa untuk seluruh umat. Setelah itu ia mengambil seekor kambing lagi yang tak bercela. Dan meletakkan tangannya di atas kepala kambing tsb. , dan mengakui dosa-dosa umat. Lalu kambing itu dilepaskan ke padang gurun. Itulah symbol perdamaian umat yang mendatangkan keselamatan.
Surat Ibrani dengan cermat mengungkap “Upacara Perdamaian” ini sebagai Lambang Karya Kristus yang mengadakan Perdamaaian (Ibr. Ps.9, 10). Yesus adalam Imam Besar kita. Dan di sisi lain, IA adalah lambing dari “binatang korban” yang darahnya tertumpah di bukit Golgota untuk penyucian dosa-dosa manusia. Melalui pengorbannya, Yesus menggenapi makna hari Perdamaian untuk keselamatan manusia (Ibr. 9:12).
Menurut kitab Ulangan 16. Umat Allah tidak secara otomatis menerima pendamaian. Mereka harus aktif, untuk mengaku dosa, merendahkan diri dan bertobat melalui gerakan puasa bersama. Inilah satu-satunya hari dalam setahun di mana umat diharuskan untuk berpuasa. Inilah Firman Tuhan:
“Inilah yang harus menjadi ketetapan untuk selama-lamanya bagi kamu, yakni pada bulan yang ketujuh, pada tanggal sepuluh bulan itu kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa dan janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan, baik orang Israel asli maupun orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu.
Karena pada hari itu harus diadakan pendamaian bagimu untuk mentahirkan kamu. Kamu akan ditahirkan dari segala dosamu di hadapan TUHAN.
Hari itu harus menjadi sabat, hari perhentian penuh, bagimu dan kamu harus merendahkan diri dengan berpuasa. Itulah suatu ketetapan untuk selama-lamanya”. (Imamat 16: 29 – 31).
Berpuasa, adalah ungkapan kerendahan hati dan pertobatan. Berpuasa juga menjadi pengungkapan lahiriah dari dukacita dan penyesalan yang mendalam. Hal ini dulu dilakukan pada bulan Tisyri. Sekedar untuk diketahui, bahwa ada 12 bulan menurut kalender Yahudi (yakni: Nissan, Iyyar, Sivan, Tammuz, Ab, Elul, Tisyri, Markhesvan, Khislev, Tebet, Syebat, Adar). Kalender ini berbeda dengan kalender Masehi.


SARASEHAN:
Hari ini kita telah belajar bahwa ternyata menurut kitab Ulangan 16. Umat Allah tidak secara otomatis dan pasif dalam menerima pendamaian. Mereka harus aktif, untuk mengaku dosa, merendahkan diri dan bertobat melalui gerakan puasa bersama. PUASA bersama seharusnya dan semestinya dilakukan oleh seluruh orang beriman, yaitu pada hari raya Perdamaian, untuk menghayati Cinta kasih Allah demi karya penyelamatan bagi seluruh umat manusia. Bagaimana tanggapan anda terhadap ungkapan tsb.? Jelaskan.

Menjelang Perayaan Paskah (sebagai Hari Pendamaian dalam Perjanjian Baru) juga diadakan PUASA untuk menghayati pendamaian Kristus demi keselamatan manusia. Manfaat apa yang anda dapatkan ketika Puasa Pra paskah itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dalam pertobatan? Jelaskan pengalaman anda!

PUASA: DISIPLIN ROHANI YANG HILANG ?

PUASA:
DISIPLIN ROHANI YANG HILANG ?


Tradisi PUASA, sebagai suatu disiplin rohani, sudah lama menghilang dari kehidupan komunitas Gereja-gereja Kristen Jawa. Maka tak perlu heran, manakala tradisi ini hendak dihidupkan kembali (dimulai sekitar 1998) sebagai suatu disiplin rohani yang mendukung pembinaan spiritualitas Kristen, ternyata banyak warga gereja yang kaget. “Lho… kok kita tiru-tiru agama lain (mungkin maksudnya orang Katolik atau mungkin “Islam”), ungkap seorang warga yang berkali-kali pernah menjadi Majelis Gereja.
“Ya, buat apa kita berpuasa, kan Tuhan Yesus sudah berpuasa untuk kita” tambah seorang aktivis di sebuah gereja.
Dua komentar tadi, cukup membuktikan bahwa kita tidak memiliki pemahaman yang lengkap tentang puasa. Menanggapi komentar pertama, kita tahu bahwa Puasa sudah lama ada dan sudah lama sekali dilakukan dalam kesaksian Alkitab, bahkan sejak jaman Israel kuno. Jadi berabad-abad sebelum ada agama Katolik, apalagi Islam.
Sementara pendapat yang mengatakan bahwa kita orang Kristen “tidak perlu berpuasa”, karena Yesus sudah berpuasa untuk kita, adalah pendapat yang tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Dalam Kitab Injil Yohanes 17:9 dikatakan tentang Tuhan Yesus yang berdoa untuk para murid dan kita semua. Lalu, Apakah itu berarti bahwa tidak perlu berdoa? Padahal dalam Injil Matius 6: 1 – 21 Tuhan Yesus sendiri langsung mengajarkan bahwa ada tiga disiplin rohani yang perlu dilakukan dengan benar oleh para pengikutnya adalah: berSEDEKAH, berDOA dan berPUASA.
Itu semua menunjukkan bahwa memang masih banyak gejolak yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan Puasa di GKJ.
Dan ada juga yang sekedar sendika dhawuh, setuju mes-kipun ku rang paham (karena menghargai anjuran Sinode). Anjuran Sinode pasti dilandasi oleh berbagai pertimbangan yang matang.
Ada yang ragu-ragu (tapi mau belajar dan mencoba melakukan puasa), ada yang diam-diam menolak (karena merasa hal ini bertentangan dengan kebiasaan selama ini)
Ada juga yang benar-benar setuju karena tahu dasar-dasar Puasa Kristen dalam terang Alkitab.
Entah kita masuk pada kategori yang mana, kita perlu saling menghargai. Yang pasti, kita bersama akan kembali belajar untuk melakukan Puasa Kristen.
Namun persoalannya, ternyata ada banyak Salah Kaprah yang terjadi di sekitar Puasa Kristen. Puasa yang kita lakukan cenderung jatuh pada penekanan “Puasa sebagai syariat agama”. Akibat lebih lajut, orang akan cenderung memaknai puasa secara legalistic – formalistic (mengutamakan formalitas sesuai dengan aturan/hukum agama yang berlaku) tanpa proses pertobatan. Maka, banyak orang yang bertanya pada pendetanya, begini:
- Pak, kalau Puasa Kristen itu, caranya bagaimana? Buka dan Sahur nya jam berapa?
- Lalu yang membatalkan Puasa Kristen itu apa saja?
- Dan, bagi yang perempuan (maaf) kalau lagi menstruasi… Puasanya batal nggak ?
- Dan berbagai pertanyaan tehnis lainnya.

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak bisa dijawab, atau malah tidak perlu dijawab, karena Puasa Kristen lebih mementingkan perubahan sikap hati yang terwujud dalam perilaku kehidupan.
Puasa yang dikehendaki Allah adalah “merendahkan diri” dan “mewujudkan keadilan” kepada sesama (Yes.58:6) ,mewujudkan “cinta kasih” dan kepedulian kepada sesama terutama kepada mereka yang menderita (Yes.58:7).
Bila hal itu dilakukan, menurut Yesaya 58, maka ada berkat TUHAN yang pasti diterima, yaitu: Ada pengharapan di tengah kesesakan dan pergumulan (ay.8, 10). Ada relasi yang baik dengan Tuhan (ay.9) . Ada pengharapan di dalam Tuhan (ay.10). Ada pertolongan Tuhan (ay.11). Ada jaminan keberhasilan (ay.12, 14)
Dari uraian tsb., kita bisa menarik kesimpulan bahwa PUASA bukan sekedar menahan diri dari makan dan minum. Puasa juga bukan sekedar memenuhi Hukum/syariat Agama. Namun lebih dari itu semua, bahwa Puasa adalah kesediaan untuk bertobat/ merendahkan diri di hadapan Allah yang ditandai dengan mewujudkan keadilan, cinta kasih dan kepeduliaan terhadap sesama manusia.
Persoalannya sekarang? Lalu caranya bagaimana?. Ada baiknya hal ini perlu dijelaskan sbb.:
(1).Puasa Kristen bisa dilakukan secara pribadi tanpa menggunakan aturan-aturan yang njlimet seperti yang ada di agama lain. Bisa dilakukan selama 12 jam (misalnya, dari jam 06.00 – 18.00) tanpa makan – minum. Lalu setelah jam itu pun perlu diusahakan agar kita tidak mengkonsumsi makanan/ minuman secara berlebihan, diluar kebiasaan (jadi tidak perlu lauk-pauknya diada-adakan, atau setelah minum air putih lalu ditambah wedang /kolak, dll). Malah lauk-pauknya perlu diusahakan lebih sederhana. Karena Puasa secara lahiriah berarti membatasi makanan/ minuman, bukan malah menyebabkan pembengkakan anggaran rumah tangga. Bagi yang mampu, Puasa bisa juga dilakukan selama 24 jam penuh. Bagi pemula, bisa juga dilakukan dengan cara makan kenyang Satu Kali (selama 24 Jam).
(2). Gereja perlu belajar secara serius tentang Puasa Kristen berdasarkan Alkitab, dan membuat panduan yang jelas sehingga warga jemaat bisa melakukan Puasa dengan baik dan benar. Apa yang saya uraikan di depan hanyalah sekedar contoh.
(3).Sekali lagi perlu dipahami bahwa Puasa Kristen bukan sekedar pembatasan makan/minum. Puasa Kristen semestinya dilakukan dalam doa dan pertobatan, dengan merendahkan diri merenungkan firman Tuhan, dan mewujudkannya dalam perilaku kehidupan, yaitu memberlakukan kasih dan keadilan secara nyata dalam kehidupan mereka masing-masing. PUASA yang tidak dilandasi oleh spiritualitas yang benar adalah sia-sia belaka.
(4).Pada pelaksanaan Puasa Kristen kali ini kita maknai dalam rangka penghayatan pengurbanan Kristus yang memuncak pada hari raya Paskah. “Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalas kepadamu” (Matius 6:18). Perlu sungguh-sungguh disadari oleh kita umat beriman bahwa secara hakiki Puasa menuntut perubahan hati. Untuk perubahan hati ini, kita tidak dapat melakukannya tanpa Tuhan. Hanya Tuhanlah yang memampukan kita berubah dan akhirnya memperoleh pemulihan.
Kita sendiri tidak mampu karena kita adalah debu tanah belaka. Tuhan sendiri yang akan menghidupkan yang telah mati dan hancur. Dari pihak manusia, diminta pengakuan dan keyakinan bahwa Tuhanlah Sang Pemberi Hidup dan bersama Kristus yang hidup, Kemudian, dalam kenyataan hidup bersama orang lain, langkah pertobatan dan cara serta sikap hidup yang baru itu kita perjuangkan dengan memulihkan hubungan dengan sesama, mulai dari keluarga sendiri, jemaat dan masyarakat.
Itulah sebabnya, PUASA Kristen memiliki dimensi vertikal dan horisontal. Di satu sisi untuk pertobaan dan membina relasi dengan Tuhan. Di sisi lain, juga menuntut pembaharuan relasi dengan sesama melalui langkah-langkah nyata. Selamat Mendalami perihal Puasa (LES).