Jumat, 12 Desember 2008

RENUNGAN: BERIBADAHLAH KEPADA ALLAH

Beribadah Kepada Allah
Bacaan Maleakhi 3: 13 – 18

Maka kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya. (Maleakhi 3:18)


Pada jaman perjanjian lama, ibadah yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman dinyatakan melalui ketaatan mereka pada berbagai syariat keagamaan yang dinyatakan Allah melalui Musa. Sedangkan pada jaman Perjanjian Baru, ibadah yang dilakukan kepada Allah dinyatakan melalui ketaatan dan penyerahan diri kepada Tuhan Yesus Kristus. Jadi, dari dulu sampai sekarang, orang beriman memiliki ciri khusus yang sama, yaitu orang yang senantiasa BERIBADAH kepada Allah. Sebaliknya, orang fasik adalah orang yang tidak beribadah kepada Allah.
Beribadah kepada Allah berarti percaya dan melakukan kehendak-Nya, seperti: mempersembahkan segenap hidup kepada-Nya (Roma 12:1), melakukan perbuatan baik (I Tim.2:10), bahkan Yakobus menegaskan: Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya. Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia (Yakobus 1:26-27)
Sekarang saatnya kita bisa menilai diri kita sendiri: Apakah kita layak disebut sebagai orang yang menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya? Ataukah kita justru terhitung sebagai orang fasik. (LES)
BERIBADAH-LAH HANYA KEPADA ALLAH
DALAM SEGENAP KEHIDUPANMU

Kamis, 11 Desember 2008

KARYA PEMULIHAN ALLAH DI DALAM YESUS


KHOTBAH MALAM NATAL 24 Desember 2008


Bapak, Ibu, Saudara segenap jemaat Tuhan yang terkasih di dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Selamat Natal. Khotbah kali ini mengangkat tema: Karya Pemulihan Allah kini telah nyata, berdasarkan kesaksian Injil Lukas 2: 1 – 14 , dengan tujuan kita bisa memahami makna karya pemulihan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus; sehingga sebagai warga jemaat kita terdorong untuk membuka diri terhadap karya pemulihan Allah dan bersedia bersaksi dalam kehidupan masing-masing di manapun berada.

Jemaat Tuhan YTK.
Penghayatan Natal yang sejati, sesunggunya bukan terletak pada pemaknaan tanggal lahirnya Yesus. Juga tidak terletak pada kulit luarnya dengan aneka assesoris /hiasan-hisasan natal. Lebih dari itu Natal adalah pemaknaan terhadap PULIHNYA RELASI MANUSIA DENGAN ALLAH DAN SESAMANYA.
Persoalan kita sekarang adalah bahwa Natal seringkali hanya dimaknai pada sisi kulit luarnya saja, sehingga orang terlalu sibuk dengan hiruk-pikuk natal yang kurang penting, seperti: pohon terang dengan berbagai hiasannya yang kelewat mahal, lalu hadiah-hadiah natal, serta berbagai acara pesta sekitar natal; sementara itu inti natal : pulihnya relasi manusia dengan Allah dan sesama manusia malah cenderung terlupakan. Tak heran, natal lalu berhenti menjadi sebuah tradisi beku yang tidak mengubah perilaku kekristenan. Padahal Di dalam Yesus karya pemulihan Allah menjadi nyata.

Karya pemulihan itu memiliki dua dimensi penting, yakni dimensi illahi yang menyangkut pembaharuan relasi manusia dengan TUHAN serta dimensi manusiawi yang menyangkut relasi manusia dengan sesamanya (baik sesama warga gereja, maupun lainnya). Dengan demikian, unsur penting dalam merayakan Natal yang hakiki dalam rangka menghayati pulihnya relasi manusia dengan Allah adalah terletak pada “hati yang buka pada karya pemulihan Allah”. Dalam kesaksian Injil Lukas 2: 1 – 14, kita bisa menemukan beberapa tokoh yang penting, seperti: Yusuf dan Maria serta Gembala-gembala, sebagai saksi kelahiran Yesus sementara itu Kaisar AGUSTUS adalah sebagai tokoh luar.

Munculnya tokoh Kaisar Agustus berfungsi untuk menegaskan bahwa Yesus bukan sekedar ada dalam perspektif local (Yahudi) melainkan dalam perspektif internasional karena ditempatkan dalam sejarah dunia dalam masa pemerintahan Kaisar Agustus. Kaisar Agustus sebenarnya bernama Gains Yulius Caesar Octavianus. Ia memerintah dari tahun 30 sebelum Masehi, hingga tahun 14 Masehi. Dan pada tahun 27 ia mendapat gelar AGUSTUS (yang berarti: “yang mulia”). Ia dimuliakan sebagai seorang dewa, bahkan diterima sebagai “juru selamat dunia”. Namun Injil Lukas menegaskan bahwa Yesuslah yang nanti layak sebagai Juruselamat dunia, bukan Kaisar Agustus yang sedang melakukan sensus penduduk yang salah satunya adalah untuk kepentingan penarikan pajak.

Tokoh sentral Yusuf dan Maria bisa menjadi teladan utama kita. Mereka pergi juga ke Betlehem (sekarang Beth Lahm) sebagai tanda ketaatan. Mereka pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem. Yaitu sebuah kota kecil yang terkenal karena itu adalah kota kelahiran Raja Daud (I Sam.16:1). Dengan menempuh perjalanan sekitar 170 Km, dengan berjalan kaki. Untuk itu biasanya mereka harus melakukan perjalanan paling cepat selama 5 hari; dengan kondisi jalan waktu itu, yang masih rusak, berdebu, dengan cuaca panas terik, kekurangan air, tak ada tempat yang memadai untuk beristirahat tentu ini adalah sebuah perjalanan panjang yang sangat melelahkan, terutama bagi Maria yang sedang hamil. Begitulah, begitu mereka tiba di Betlehem tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.

Jemaat Tuhan Ytk.
Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Malaikat itu segera memberitakan INJIL (khabar sukacita) untuk seluruh bangsa!. Jelas bukan bahwa kedatangan Yesus memang bukan untuk oranhg Yahudi saja, melainkan untuk seluruh bangsa di dunia ini. INJIL itu berbunyi begini: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud (di Betlehem, atau Beth Lahm). Agar lebih jelas lagi malaikat itu memberikan tanda lahiriah, yaitu: “Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan."

Dan tanda lainnya adalah tentang nama Bayi yang baru lahir itu (ayat 11) yang disebut:
(1). JURUSELAMAT. Dalam bahasa Yunani dipakai istilah Soter yang berarti Penyelamat, Pelepas, Penolong. Yang hendak menyelamatkan dunia dan manusia. Adalah menarik karena kata ini aslinya dipakai oleh para Kaisar sebagai gelar karena dianggap sebagai “juru selamat”. Namun Yesuslah soter yang sejati itu.
(2). KRISTUS. Dalam bahasa Yunani memakai istilah Christos. Dibentuk dari kata chrio, sebagai terjemahan dari kata Ibrani Mesias atau Al Maseh yang berarti yang diurapi. Artinya menjadi jelas bahwa Yesus adalah Mesias yang sejati.
(3). TUHAN. Dalam bahasa Yunani memakai istilah Kyrios yang dapat diterjemahkan sebagai Tuhan, Tuan, Gusti. Gelar ini memang dipakai secara umum, baik oleh orang Yahudi maupun bangsa-bangsa lain. Makna yang dimaksudkan menunjuk pada kemesiasan Yesus yang berlaku tak hanya bagi bangsa Yahudi, tetapi bagi bangsa-bangsa lain juga, untuk mengakui kekuasan dan kewibawaanNya.

Saudara, sedang tokoh penting lainnya adalah gembala-gembala. Istilah gembalap-gembala pada masa itu memiliki makna yang negative. Mereka adalah orang-orang yang tidak berpendidikan, kasar, dan sering tidak mengindahkan macam-macam peraturan dalam masyarakat. Tak heran bahwamenurut tradisi, para Rabi Yahudi memangdang rendah gembala-gembala, karena mereka biasanya memang tidak mempedulikan agama, sering tidak jujur, dan oleh sebab itu sesuai dengan peraturan Yahudi bahwa gembala tidak diijinkan menjadi saksi di depan pengadilan. Rupanya Lukas menegaskan bahwa memang Kristus datang untuk memanggil dan menyelamatkan yang hilang (bdk. Luk. 19:10). Seperti Kristus telah lahir di sebuah kandang yang hina, begitu juga Injil justru pertama-tama didengar oleh para gembala yang hina dan papa. Dan mereka yang secara tradisi tidak diijinkan menjadi saksi, justru dipilih Tuhan sebagai saksi pertama akan kelahiran Sang Mesias.

Jemaat Tuhan Ytk.
Perikop yang kita bahas ini diakhiri dengan sebuah nyanyian (kidung) yang dinyanyikan oleh paduan suara malaikat. Nyanyian ini mengandung dua hal penting, yaitu: (a).kemuliaan bagi Allah yang di sorga dan (b).kesejahteraan/keselamatan bagi umat manusia di bumi. Jadi berita natal ini memberi ketegasan penting bahwa sudah ada pemulihan relasi (syaloom = damai sejahtera) secara nyata antara Allah dan Manusia, antara sorga dan bumi; sehingga manusia dipulihkan kembali dalam relasi yang baik dengan Allah serta dengan sesama manusia, dengan satu syarat: Bahwa manusia hendaknya mau membuka diri untuk menerima pemulihan relasi tersebut.

Jemaat Tuhan Ytk.
Karya pemulihan Allah itu kini secara nyata tampak padan pembaharuan manusia oleh Tuhan Yesus Kristus secara dinamis. Maka dalam kebaktian Malam Natal, kesadaan untuk membuka diri dipulihkan, diproses dalam pembaharuan Kristus menjadi semakin penting. Itulah sebabnya, setelah kita menyoroti di bawah terang kesaksian Lukas 2: 1 – 14, marilah kita juga memperhatikan kesaksian dalam Mazmur 96: 2 “Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari”.

Jadi, saudara, dalam refleksi malam natal kali ini kita tahu sekarang bahwa karya pemulihaan Allah yang telah nyata itu tidak hanya dimengerti dan dipahami sebagai “pengalaman pribadi semata” melainkan juga bisa sungguh- sungguh mempengaruhi seluruh hidup dan kehidupan kita dari hari ke hari, sehingga menjadi sumber kesaksian kita pada sesama. AMIN

MITRA KASIH

MITRA KASIH
”menjadi sahabat bagi sesama, berlandaskan kasih agape”


Berawal dari bencana
Pada masa advent 2000, perbukitan Menoreh dilanda bencana alam tanah longsor, ratusan rumah roboh dan rusak, juga jiwa manusia menjadi korban keganasan alam. Tercatat lebih dari 79 orang meninggal dunia. Daerah yang paling parah adalah wilayah Kemanukan, Pacekelan, dan Hulosobo. Akibatnya, daerah-daerah minus yang masyarakatnya terjangkit endemic malaria itu menjadi semakin sengsara hidupnya. Korban yang perlu ditolong kebanyakan adalah wanita dan anak-anak.
Melihat kenyataan ini, Kelompok Kerja Diakonia GKJ Purworejo tak bisa tinggal diam. Minggu dinihari bencana datang, maka Senin pagi sudah berada di lapangan untuk memberikan bantuan sesuai kemampuan: menyusuri dan mencari korban, memberikan bahan makanan, dan membantu di bidang kesehatan. Namun kemampuan diri sangat terbatas. Maka kami memutuskan untuk melayani secara lebih luas lagi. Caranya: (1).meningkatkan Kelompok Kerja, menjadi berbentuk semacam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu: Yayasan Diakonia Masyarakat (YDM) ”Mitra Kasih” GKJ Purworejo. (2).mendorong warga gereja untuk lebih aktif ambil bagian dalam pelayanan masyarakat umum melalui YDM ”Mitra Kasih”. Keterlibatan warga gereja itu meliputi: kesediaan menjadi relawan, dan dukungan materi ataupun uang. (3).mencari rekan pelayanan yang bisa diajak ambil bagian dalam pelayanan YDM Mitra Kasih.
Pembentukan pokja Diakonia menjadi YDM Mitra Kasih berjalan dengan lancar. Demikian juga antuasias warga untuk ambil bagian dalam pelayanan sebagai relawan juga sangat menggembirakan, tercatat pada waktu itu ada 14 relawan tetap, dan lebih dari 25 orang relawan tidak tetap untuk mendukung pelayanan. Namun, untuk mencari rekan pelayanan (lembaga donor) ternyata sangat sulit. Alasannya klise, karena YDM Mitra Kasih belum memiliki pengalaman sebagai LSM. Sungguh pun demikian, tekad dan semangat sudah terlanjur menyala-nyala, maka pelayanan tetap jalan meski kemampuan sangat terbatas. Untuk peningkatan pelayanan, maka dibuka Pos Persekutuan Doa ”Jum’at Pagi”, Sarasehan ”Selasa Kliwonan”, Penjemaatan persembahan Perpuluhan, dan peningkatan pelakksanaan disiplin rohani Kristen, yakni: Doa – Puasa bagi kemuliaan nama Tuhan Yesus Kristus.


Berkenalan dengan CWS Indonesia
Di tengah tuntutan karya pelayanan yang semakin berat, sementara kemampuan diri amat terbatas, ternyata TUHAN berkenan mengirimkan pertolongan pada saat yang tepat. Pimpinan YDM Mitra Kasih ,Pdt. Lukas Eko Sukoco, M.Th. berkenalan dengan relawan CWS (Church World Service) cabang Indonesia, yang berkedudukan pusatnya di New York Amerika Serikat. Selanjutnya, CWS tertarik untuk bekerjasama dalam pelayanan bagi masyarakat umum. Dari kerjasama ini lahirlah berbagai program pelayanan sbb:
Mobile Clinic (Klinik Keliling), yaitu pelayanan kesehatan (klinic) ke desa-desa terpencil, untuk umum, khususnya untuk Anak-anak Balita, Perempuan dan Ibu hamil; karena kelompok ini yang rentan terhadap penyakit di wilayah Kec. Kaligesing, dan Purworejo pinggiran, Kabupaten Purworejo. Selama hampir 2 bulan telah melayani 959 pasien.
Pelayanan Kesehatan di Desa-desa terpencil
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk Balita kurang Gizi di wilayah kecamatan Purworejo, Kaligesing dan Bagelen. Selama 6 bulan telah terlayani 353 Balita dan ibu menyusui, yaitu: 2X seminggu. Ditambah dengan berbagai penyuluhan pola hidup sehat bagi orang desa.
Belajar Bersama Praktek Membuat PUPUK ORGANIK
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Periode II, untuk Balita kurang Gizi di wilayah kecamatan Purworejo, Kaligesing dan Bagelen. Selama 6 bulan telah terlayani 391 Balita dan ibu menyusui, yaitu: 2X seminggu. Juga ditambah dengan berbagai penyuluhan pola hidup sehat bagi orang desa.

Selanjutnya, kerjasama dengan CWS terus berkembang sejalan dengan kebutuhan pelayanan di pedesaan, maka pada program berikutnya ada program pelayanan yang ditingkatkan menjadi program::
4. Peningkatan Pendapatan Keluarga (PPK) dengan usaha di bidang Pertanian
(empon-empon: Jahe merah, Kunir Putih, Temulawak, Lidah Buaya), juga di bidang Peternakan (ternak kambing Etawa), serta di bidang Industri Rumah Tangga (pembuatan Besek, Emping Mlinjo dan Gula Jawa, serta pembuatan pupuk organik). Kami menjangkau 189 KK, untuk masyarakat kurang mampu di Kec. Kaligesing dan Bagelen, Purworejo.

Hingga kini program pelayanan dengan CWS telah berlangsung sejak 2001, semua dilakukan sebagai wujud kesaksian pelayanan kepada masyarakat umum guna menyatakan kasih agape, yaitu kasih yang tulus penuh perngorbanan seperti Yesus.


Memperluas Pelayanan bersama Yayasan Eerlijk Delen, Belanda
Pelayanan kepada masyarakat umum terus terjadi, memang adakalanya muncul kelompok-kelompok radikal ”anti Kristen”. Mereka menganggap YDM ”Mitra Kasih” adalah kelompok orang-orang kafir yang dicurigai akan melakukan program kristenisasi. Kami tidak memberikan reaksi berlebihan, namun hati kami sedih. Sungguhpun demikian semua ini malah menambah semangat pelayan kami untuk terus jalan. Kami mengembangkan pelayanan bagi anak-anak sekolah dari keluarga miskin.

Kerinduan Mitra Kasih, bagaimana membantu anak-anak ini agar mampu sekolah. Ada yang sudah kami bantu sejak play Group dan TK. Ada yang menerima beasiswa di jenjang SD; bahkan tahun ini (2006) ada sekitar 23 siswa yang menikmati program Sekolah Gratis. Selebihnya, karena kemampuan terbatas ada beberapa anak SMK yang kami beri beasiswa. Lalu uangnya dari mana? Dari TUHAN (YHWH), di dalam Yesus Kristus. Dan, sedikit demi sedikit program peningkatan pendapatan juga membuahkan hasil, lalu ditambah dengan persembahan khusus dari jemaat juga sering muncul, serta dukungan dana dari sahabat-sahabat Mitra Kasih di Belanda, melalui Yayasan ”Eerlijk Delen”.

Selain itu YDM Mitra kasih juga membuka Sanggar Kegiatan Belajar, khususnya untuk mendampingi siswa-siswi SD agar memiliki ketrampilan: (1).berbahasa Inggris – dengan program Kursus Bahasa Inggris (2).sempoa – dengan program kursus Sempoa, (3).komputer – dengan program kursus computer.

Di bidang kemasyarakatan lainnya, YDM Mitra Kasih juga bergerak terutama di tengah suasana Bencana Alam (Gunung Merapi di DIY dan sekitarnya, Gempa Bumi Tektonis di DIY, Gunung Kidul/Womosari dan Klaten, serta Tsunami di Kebumen dan Cilacap).

Pelayanan Beasiswa bagi anak-anak dari Keluarga miskin, dari Play Group, TK, SD, SMP, hingga SMK
Tetap Di Bawah Koordinasi Gereja
Kini, LSM atau Yayasan Diakonia Mitra Kasih telah hampir berumur 6 tahun, ibaratnya ia masih Balita, namun karya pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepada Mitra Kasih sungguh luar biasa. Bukankah semua karena kasih setia Tuhan semata. Berdasarkan pada pengalaman inilah maka sekalipun sudah berbadan hokum sendiri, YDM Mitra Kasih secara sub ordinatif masih berada di bawah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Purworejo. Kalau dulu ia berperan sebagai Pokja Diakonia, maka sekarang tumbuh berkembang menjadi Lembaga Pelayanan Diakonia Maysrakat. Kini, setiap Minggu jam 09.00 – 11.00 wib., di sebelah gereja dibuka KLINIK diakonia “Mitra Kasih” untuk masyarakat umum.
Berbeda dengan Gereja pada umumnya, GKJ Purworejo, yang akan berulang tahun ke 109 (4 Februari 1900 – 2009) yad., sangat serius mengembangkan bidang kesaksian dan pelayanan bagi masyarakat di sekitarnya. Itulah sebabnya, di bawah koordinasi gereja, maka ada berbagai model pelayanan masyarakat, seperti:
LSM ”Mitra Kasih” dan LSM ”YAKUBB”
YPK ”Widhodho”
Rumah Sakit Kr. ”Panti Waluyo”
Pusat Pelayanan Penyembuhan Holistic (Healing Holistic Center).
Paguyuban Seni Karawitan dan Campur Sari “Widodo Laras”
Paduan Suara Anak “Sangkakala”
Paduan Suara “Anugerah”
Grup Kolintang “Nafiri”
Grup Keroncong Asli “Gita Sukma”
Serta Estoe Band, & Narwastu Band.
Radio Komunitas MITRA FM
Dan KLINIK HOLISTIK MITRA HUSADA.


Menebar Kasih Agape
Pekerjaan pelayanan baru dimulai, sementara ladang pelayanan begitu luas terbentang, namun semangat untuk menebar Kasih AGAPE menjadi kekuatan batin yang penting. Pengharapan, Keyakinan dan Ketekunan yang dilandasi dengan spiritualitas pelayanan Kristus menjadi dasar pelayanan YDM Mitra Kasih. Kini, meski dengan tertatih-tatih kaena beban pelayanan yang sangat berat, tetap menjaga tekad dan semangat pelayanan bagi Tuhan.
Dukung Doa, Semoga semangat untuk menebar kasih AGAPE tak pernah pupus meski rintangan terus menghadang.

NATAL KREATIF - KONTEKSTUAL

Merayakan Natal Itu Berbahaya ?

Judul ini : “Merayakan Natal Itu Berbahaya” pernah membuat geger umat Kristiani di akhir tahun 1981. Ulah Siapa ini?. Siapa lagi kalau bukan “ulah” Pdt. Dr. Andar Ismail (seorang Pendeta GKI Samanhudi Jakarta yang bekerja sebagai dosen di STT Jakarta). Pak Andar , begitu panggilan akrabnya, lerwat buku “SELAMAT NATAL”[1] membuat uraian kritis dan sangat menarik tentang Natal yang bisa menjadi berbahaya, jika tidak disertai dengan penghayatan dan pemahaman yang benar. Berikut ini adalah bahaya-bahaya sekitar Natal yang dimuat dalam buku tsb. yaitu:

Komersialisasi Natal
Natal secara sadar atau tidak, lalu menjadi identik dengan rupa-rupa bisnis dan sejumlah komuditas / barang dagangan, seperti: Sinterklas, Pohon Terang, Aneka Hiasan Natal, Lampu Natal, Kartu Natal, Parcel Natal, Konser Natal, Tour Natal, dan aneka acara Pesta Natal. Seandainya Tuhan Yesus hadir dalam acara perayaan Natal kita sekarang, maka Ia pasti terheran-heran sambil berpikir, “Apa hubungannya barang-barang ini dengan Kelahiran-Ku?”.

Gemerlapan dan Kemewahan Natal
Natal biasanya membutuhkan aneka persiapan yang berlebihan, dari sekedar rapat-rapat, hingga persiapan pentas drama, koor, maupun acara lainnya; lengkap dengan pesta, kemewahan dan gemerlapan. Akibatnya kita cenderung kehilangan makna keheningan dan kesederhanaan Natal.

Emosi Merohanikan Natal
Perayaan Natal yang cenderung dibesar-besarkan seperti sekarang ini juga membuat godaan untuk jatuh pada emosi merohanikan natal dengan berkata bahwa kita perlu “membuka hati menjadi palungan”, supaya “Yesus lahir di hati kita”. Kata-kata itu memang terdengar bagus, tetapi apa maknanya?. Bukankah sebagai umat Kristen, kita tidak diminta menjadi “palungan” tetapi diminta untuk datang kepadaNya dengan pembaruan dan pertobatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari?

Kemunafikan Natal
Sering terjadi Natal menjadi kedok kebaikan. Orang tiba-tiba menjadi rajin ke gereja, ramah, baik hati dan pemurah. Namun, begitu perayaan Natal berlalu maka kita kembali memakai pola hidup egois, beringas dan jauh dari gaya hidup Kristen yang sesungguhnya dikehendaki Kristus.

Eksklusivisme Natal
Natal pada hakikatnya adalah tindakan solidaritas illahi kepada umat manusia dalam karya Yesus. Namun, yang sering terjadi , acara natal menjadi acara “Dari Kita Untuk Kita”, untuk mencari kepuasan rohani kita sendiri. Bahkan tak jarang terjadi acara natal dikemas dalam sebuah acara yang sangat ekklusif, sehingga untuk masuk ke ruangan itu pun perlu membawa undangan khusus. Sekali lagi, bukankah ini bertentangan dengan hakikat natal ?

Dengan menguraikan bahaya merayakan natal tsb., kita diajak bukan untuk membuang perayaan natal; melainkan justru kita diajak untuk merayakan Natal secara hati-hati dan bertanggung jawab. Itulah sebabnya dalam tulisan ini kita juga diajak untuk bagaimana merayakan Natal secara Kreatif.


Kembali ke “Inti Natal”

Peringatan Hari Ulang Tahun (kelahiran) sebenarnya tidak biasa dilakukan dalam kehidupan orang percaya. Alkitab mencatat ada dua kesaksian tentang perayaan Ulang Kelahiran, yaitu: (1).Ulang Tahun Firaun , pada jaman Yusuf (Kej. 40:20) dan (2).Ulang Tahun Herodes Antipas (Mat.14:6; Mark. 6:21).

Dalam kurun waktu yang lama, perayaan Ulang tahun memang menjadi kebiasaan orang-orang kafir pada jaman dulu. Umat Kristen, pada mulanya juga tidak merayakan “Kelahiran Yesus” melainkan “Kebangkitan Yesus”. Perayaan utama gereja adalah PASKAH (Kebangkitan Kristus) untuk menjadi kesaksian di seluruh dunia bahwa Yesus adalah Juru Selamat manusia. Maka jangan heran bahwa hanya Matius dan Lukas yang secara khusus menceritakan kisah Kelahiran Yesus.

Menurut catatan sejarah, perayaan Natal justru baru dilakukan oleh Gereja-gereja Kristen di Roma pada akhir abad IV, ditentukan tanggalnya adalah 25 Desember. Hal itu terjadi, karena sejak Kristen menjadi agama Negara mulai pada jaman Kaisar Konstantinus Agung, maka hari raya “Pemujaan Untuk Dewa Matahari” tidak boleh dilakukan, dan sebagai gantinya, diperkenalkan adanya Perayaan Natal pada tanggal 25 Desember. Perayaan itu makin lama makin berkembang ke seluruh dunia hingga saat ini, sebagai hari untuk secara khusus menghayati kelahiran Sang Juru Selamat umat manusia.

Berikut ini adalah hal-hal penting yang perlu kita cermati, sebagai makna penting dari perayaan Natal, yaitu:

a. Natal menjadi bermakna karena dipahami dalam perspektif Paskah
Natal atau perayaan kelahiran adalah hal yang biasa terjadi. Bukankah semua manusia di dunia ini melalui proses kelahiran? Entah ia orang kaya, atau miskin. Entah ia orang biasa, Raja ataupun seorang nabi. Tetapi, dalam Natal Kristus menjadi luar biasa karena disoroti dalam perspektif Paskah; yaitu, Kelahiran Sang Penyelamat dunia. Itulah sebabnya, orang Kristen diajak untuk tak hanya merayakan Natal, tetapi secara khusus perlu merayaan Paskah sebagai puncak karya penyelamatan Kristus.

b. Natal berarti Solidaritas Allah
Umat manusia penuh dengan cacat cela dan dosa, tetapi TUHAN (YHWH) dalam diri Yesus tetap mengasihi sehingga tindakan penyelamatan dilakukan dengan cara yang khas. Ia menjadi manusia biasa, dan lahir di tempat yang sangat sederhana dan dengan cara yang biasa pula. Tak hanya itu, berita natal pun mula-mula disampaikan kepada kaum gembala sebagai wujud pengutamakan kaum kecil yang sering terpinggirlkan. Itulah tindakan solidaritas Allah terhadap manusia menjadi ciri utama Natal; hal ini hendaknya juga menjadi teladan kita dalam merayakan natal.

c. Natal berarti Cinta Kasih dinyatakan
Jika kita cermati, dalam peristiwa Natal, maka “cinta kasih” sangat dinampakkan. Ada cinta kasih TUHAN secara universal kepada segenap umat manusia. Ada cinta kasih Yusuf-Maria, ada cinta kasih Yusuf-Maria kepada Allah, juga cinta kasih kaum gembala yang sederhana. Itulah sebabnya, cinta kasih hendaknya juga menjadi ciri utama yang mesti dinampakkan dalam penghayatan Natal kita kepada sesama manusia, terutama terhadap orang-orang yang menderita dan tersingkir.

d. Natal berarti kesederhanaan
Jika kita bersedia membayangkan suasana natal dalam kesaksian Alkitab, maka kita tak kan pernah menemukan natal yang penuh hura-hura, pesta-pora, dengan segala pemborosan bahkan komersialisasi natal. Yang akan kita temukan adalah: kesederhanaan yang dibarengi dengan ketulusan, kejujuran. Lihat saja bagaimana situasi dan kondisi Yusuf dan Maria waktu itu?. Bagaimana kondisi bayi Yesus yang ternyata Cuma ditempatkan dengan kain lampin di palungan?. Mestinya kesederhanaan natal menjadi bagian penting yang kita angkat, apalagi di saat bangsa kita penuh dengan rupa-rupa krisis dan aneka macam bencana.

e. Natal berarti pembaruan spiritualitas hidup
Relasi pribadi dengan Tuhan Allah akan membuahkan kwalitas hidup yang baik, yang tampak dalam perilaku hidup sehari-hari selaku orang beriman. Itulah Spiritualitas. Dalam peristiwa natal kita bisa mencermati kwalitas hidup Yusuf dan Maria sehingga keduanya dipilih Allah untuk menjadi sarana kelahiran-Nya. Tak hanya itu, kita bisa menemukan bagaimana proses kepekaan terhadap “kelahiran mesias” yang dilihat oleh orang-orang Majus dari Timur. Bukankah ini merupakan contoh terhadap tingkatan hidup manusia yang peka terhadap tanda-tanda jaman, peka terhadap Tuhan dan memiliki relasi pribadi dengan Dia?. Alangkah indahnya jika semangat natal juga disertai dengan pembaruan spiritualitas hidup yang benar.



Berbagai Kemungkinan “Natal Kreatif”

Sekarang kita sampai pada point penting tentang : Berbagai Kemungkinan “Natal Kreatif”. Yang dimaksud dengan “Natal Kreatif” bukan natal yang aneh-aneh, seperti: mengganti Pohon Cemara dengan Pohon Pisang atau Bambu. Bukan!. Natal Kreatif juga bukan sekedar mengganti lilin dengan oncor, lalu merubah palungan dan kandang domba menjadi gubug (=dangau – rumah kecil di tengah sawah)…. Ataupun menampilkan drama natal ala Jawa atau Indonesia sehingga Maria memakai kain kebaya , lalu Yusuf pakai beskap dan blangkon…. , menuntun Onta…. Wah , malah aneh. Bukan. Bukan itu yang dimasud Natal Kreatif.

Natal Kreatif yang dimaksud di sini adalah sebuah ajakan agar kita kembali terhadap dua hal berikut ini:
Menyadari “bahaya natal” sehingga kita tidak jatuh di dalamnya.
Menyadari “inti natal” sehingga kita bisa melakukan perayaan natal yang dilandasi oleh inti natal tsb.


Berikut ini sekedar contoh tentang merayakan natal kreatif, namun contoh ini tidak berlaku untuk semua gereja. Kita harus menemukan sendiri model natal yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan kita masing-masing, yang tetap dilandasi dengan kebenartan “inti natal”.

Contoh Natal Kreatif itu misalnya:

- Natal dengan Penanaman Pohon untuk ambil bagian mengatasi GLOBAL WARMING
- Natal dengan kebersihan lingkungan (pengelolaan sampah, pembersohan saluran air dll)
- Kunjungan Sosial dalam rangka natal bisa dilakukan ke komunitas-komunitas terpinggir, seperti: Penjara, Panti Asuhan, Panti Werdha, bahkan ke tempat penampungan anak-anak cacat, juga penampungan korban para bencana alam. Wujud dan acaranya perlu dibicarakan bersama mereka.
· Kunjungan Kasih ke desa atau gereja-gereja di daerah pinggiran, bahkan gereja-gereja yang di daerah terpencil lalu mengadakan natal bersama mereka. Wujud dan acaranya juga perlu dibicarakan bersama mereka.
· Kunjungan Natal ke warga gereja/masyarakat sekitar yang membutuhkan: yang sakit, yang sudah tua, dan yang mundur ; sehingga memiliki sentuhan kasih natal dan tergerak untuk merasakan kasih Kristus.
· Kunjungan Natal ke Rumah Sakit, terutama kepada pasien-pasien yang terlantar karena jauh dari keluarga, kondisi ekonomi pas-pasan, atau yanbg tengah mengalami “sakit terminal” (sakit yang kemungkinan besar tak bisa disembuhkan).
· Aksi Sosial bersama masyarakat di sekitar gereja, disesuaikan dengan kebutuhan mereka dan kemampuan kita, seperti: memberi Makan bagi Tukang Becak, Pengobatan Gratis, Kerja Bhakti bersama masyarakat, Sunatan/Khitan Masal dll.
· Kebaktian Natal sederhana di gereja ; baik pada saat menghayati Malam Natal (24 Desember) maupun Kebaktian Natal (25 Desember) dengan menghindari segala bentuk kemewahan yang berlebihan. Buatlah Liturgi, dekorasi dan acara yang sederhana namun bermakna.
· Refleksi Natal sederhana bisa dilakukan di kelompok, persekutuan doa, maupun keluarga-keluarga Kristen; tetapi tetap mengutamakan “inti natal” termasuk untuk membangun spiritualitas pribadi dengan TUHAN.

Demikian beberapa catatan tentang Kemungkinan “Natal Kreatif” yang kami sampaikan semoga bermanfaat untuk membuka wawasan kita dalam merayakan natal yang sesuai dengan “inti natal”. Tugas kita sekarang adalah merancang dan menemukan sendiri “Natal Kreatif” kita sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kita masing-masing. Selamat mempersiapkannya. Tuhan memberkati
Pwr, 06 . (LES).
[1] Ismaei, Andar,Dr., Selamat Natal: 33 Renungan Tentang Natal (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981)

Senin, 08 Desember 2008

BERTOBAT ? SIAPA TAKUT?

Jangan Menunda Pertobatan
Bacaan Yoel 2: 12 – 27
"Tetapi sekarang juga," demikianlah firman TUHAN, "berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh."

Seorang pendeta muda tersontak kaget saat membaca SMS yang berbunyi demikian: “Bapak tidak usah berkunjung lagi ke rumah saya, apalagi mau mentobatkan saya. Tidak perlu. Sebab aktif di gereja justru akan menghambat karir saya. Boss saya tidak suka hal itu. Mungkin, kalau suatu saat nanti saya sudah pensiun, saya baru akan kembali aktif di Gereja”. Pendeta itu tidak berputus asa, ia selalu menelpon dan mengingatkan dengan berbagai cara agar jangan menunda pertobatannya. Sayang sekali usaha ini tidak membuahkan hasil. Tiga bulan kemudian, pada suatu sore, si pendeta tadi menerima telepon yang mengejutkan karena ternyata bapak tadi mengalami kecelakaan dan meninggal dunia seketika. Dia telah meninggal sebelum ia sempat menata hidupnya dalam pertobatan.
Yoel 2: 12 – 27 memberikan penegasan tentang perlunya pertobatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dan harus dilakukan dengan segera; jangan ditunda-tunda! . "Tetapi sekarang juga," demikianlah firman TUHAN, "berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh." (ay.12). Pertobatan memang tidak boleh ditunda-tunda lagi. Syukurlah bangsa Yehuda menanggapi dengan kesungguhan, sehingga kembali menerima berkat Tuhan.
Sekarang kita tahu, bahwa pertobatan adalah suatu kesempatan yang indah, yang perlu kita lakukan dengan segera dan jangan ditunda-tunda lagi. Ingat mumpung pintu tobat itu kini masih terbuka: maka marilah kita hidup dalam pertobatan di dalam dan bersama Tuhan.(LES)
JANGAN TUNDA LAGI, HIDUPLAH DALAM PERTOBATAN

PERTOBATAN

Pertobatandi tengah bencana
Bacaan Yoel 1: 1 – 14
Adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah para tua-tua dan seluruh penduduk negeri ke rumah TUHAN, Allahmu, dan berteriaklah kepada TUHAN (Yoel 1:14)

Ketika mengalami gempa bumi yang hebat th.2006; rekan saya dari Gunung kidul menceritakan sesuatu yang menarik, bahwa justru di tengah bencana alam dan pergumulan yang berat ternyata membuat orang-orang semakin dekat kepada Tuhan. Mereka tetap beribadah di tenda-tenda darurat. Mereka bisa satu hati bekerjasama memperbaiki rumah yang rusak. Ternyata, bencana bisa membawa mereka semakin dekat dengan Tuhan.
Kitab Yoel 1:1 – 14 menggambarkan kehancuran Yehuda ketika belalang melahap daun-daunan dari kebun anggur, dan ladang mereka. Kitab ini mencatat banyak malapetaka sebagai hukuman Allah atas kemerosotan rohani dan moral. Kemudian nabi Yoel meminta para pemimpin rohani Yehuda untuk memimpin kepada pertobatan, dengan doa - puasa. Akhirnya, terjadilah pertobatan itu. Pertobatan Yehuda dan kemurahan Allah menjadi alasan bagi nubuat Yoel tentang janji-janji; pemulihan, pencurahan Roh Kudus atas seluruh manusia, serta hukuman dan keselamatan Allah di akhir jaman (Yoel 2:19-17, 28-31, 3:1-21).
Hari ini kita belajar tentang bagaimana agar kita tetap setia, dan tetap hidup dalam pertobatan, sekalipun kita ada di tengah berbagai macam bencana, kesulitan dan pergumulan yang berat. Ingatlah bahwa Tuhan senantiasa mengasihi kita. (LES)
BERTOBATLAH SENANTIASA, JANGAN TUNGGU BENCANA!

Jumat, 05 Desember 2008

MELAYANI ANAK-ANAK DI DALAM TUHAN


Beberapa Catatan Pengantar Pendalaman
Dipandu Oleh:
Pdt. Lukas Eko Sukoco, M.Th.

A. PENDAHULUAN

Dalam pengamatan saya paling tidak ada TIGA MODEL gereja (GKJ) sehubungan dengan perhatian dan pelayanan bagi anak-anak
MODEL I : Memperhatikan anak-anak ”ala kadarnya” (diadakan SM supaya anak2 tidak mengganggu kebaktian orang dewasa, yang mengajar siapa saja yang mau, walaupun tanpa bekal yang cukup...yang penting jalan... yang aktif membimbing anak kebanyakan anak muda/remaja termasuk yang belum sidi, tidak ada pembekalan khusus guru/pemb SM, anggaran yang disubsidikan rendah, dsb)
MODEL II : Mulai memiliki kesadaran tentang perlunya pembinaan dan pendampingan bagi anak-anak, tetapi dalam praktek/kenyataannya kesadaran tsb belum diikuti dengan kebijakan-kebijakan baru. Jadi ya... secara insidental ada kegiatan tertentu untuk mendukung Pembinaan anak, tetapi secara umum masih hampir sama dengan ”ala kadarnya” (secara insidental kadang ada pembinaan/pembekalan khusus, anggaran yang disubsidi kan boleh jadi sudah mulai lebih banyak katimbang biasanya , kreativitas peningkatan pelayanan untuk anak-anak masih dalam tahap wacana dan insidental)
MODEL III : Telah memiliki kesadaran penuh tentang hakikat, tujuan, strategi pembinaan anak, dan hal tsb lalu diikuti dengan berbagai model pembinaan pada anak-anak secara efektif dan efisien (secara kreatif dan berkesinambungan diadakan pengaderan-pembinaan bagi anak-anak, baik dalam bentuk: Kebaktian Anak/SM, Perayaan-perayaan Khusus, Sekolah Alkitab Liburan, Berbagai kegiatan Ketrampilan – kesenian , Berbagai kegiatan yang terkait dengan kegiatan Kebangsaan/Kemasyarakatan, dsb)

Dalam satu dasa warsa terakhir ini, saya mencermati sudah banyak gereja (GKJ) yang memiliki keasadaran untuk lebih memperhatikan generasi mudanya (Model II?). Paling tidak, hal itu tampak pada peluncuran buku kami, yang berjudul ”AKU MENGIKUT YESUS” dan Pelatihan Guru SM di Sinode yang secara mengejutkan telah mendapat sambutan yang luar biasa. Ditambah berbagai kebijakan baru terhadap peningkatan pembinaan anak (melalui MPDK, Pepenkris, MPHB, MPAN) adalah hal yang menggembirakan; termasuk kebijakan yang menarik namun masih menjadi polemik, yakni: ”keterlibatan anak dalam pelayanan Perjamuan Kudus”.

Yang pantas disayangkan adalah, perhatian lebih terhadap pengaderan/pembinaan anak seringkali masih ”obor blarak” belum dilakukan secara menyeluruh dengan keputusan strategis-struktural yang memadai. Di sisi lain, masih ada juga kelompok-kelompok (tokoh-tokoh) yang berperilaku menyepelekan pembinaan terhadap anak-anak, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Maka jangan heran jika Pendeta (GKJ) yang sungguh-sungguh mau, mampu serta punya waktu untuk membimbing anak-anak Sekolah Minggu masih belum banyak jumlahnya..... Maaf, itu hasil pengamatan saya. Satu hal lagi yang sangat memprihatinkan adalah kenyataan bahwa tidak semua gereja (GKJ) telah dengan sadar menyediakan ruang dan perlengkapan yang memadai untuk pelayanan kepada anak-anak!.



B. MENGAPA (PERLU) MENGAJAR ANAK ?

Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: Mengapa tertarik untuk melayani dan membimbing anak-anak ?.
Jawab atas pertanyaan ini (jika dijawab dengan jujur) akan sangat bervariasi, sesuai dengan kenyataan setiap pribadi.
Berikut ini adalah alasan-alasan mendasar tentang pelayanan, pendampingan dan pembinaan untuk anak-anak.

1. Mengajar Anak adalah Kehendak Allah (Ul.4:9; 6:4-9; Yos.4:22; Amz.4:1; 10:1; 13:24; 19:18; 29:17; Yoel 1:3; Mat.18:2-3; 19:14; Mark.10:14; 13:12 ; Luk.18:16; Ef.6:1-4, dst)

2. Mengajar/Mendidik dengan serius dan bertanggungjawab
Menurut Ulangan 6:4-7a ditegaskan bahwa mendidik anak bukan pilihan, tetapi kewajiban/keharusan/ sebuah kemestian, yang harus dilakukan dengan berbagai metode, di berbagai tempat dan kesempatan

3. Mengajar / Mendidik sebagai sebuah Proses
Menurut Amz.22:6, proses pendidikan itu meliputi: (a).Anak diajar untuk berbuat baik dan apa yang semestinya dilakukan. (b).Anak melihat teladan yang baik melalui guru, orangtua dan komunitas di sekelilingnya. (c).Anak mendapat kesempatan dalam kehidupan sehari-hari untuk melaksanakan apa yang telah dipelajarinya. (d).Anak mendapat ”penghargaan” sebagaimana mestinya terhadap apa yang dilakukannya.

4. Mengajar/Mendidik secara hakiki bersumber pada Firman TUHAN
Ulangan 11:18-19 melukiskan secara teliti proses pengajaran dan pendidikan itu, bagaikan ”menaruh firman dalam hati”, lalu ”mengikatkan sebagai tanda di tangan” serta harus menjadi lambang di dahi”.

5. Mengajar/Mendidik adalah membawa anak untuk menerima Keselamatan
Pendapat bahwa anak tidak perlu diperhatikan karena masih kecil, lalu ada yang mengatakan : ”nanti kalau sudah besar akan tau sendiri”, atau ada juga yang berdalih bahwa ”pendidikan anak bukan tanggung jawab gereja, melainkan tanggung jawab orangtua”,dll. Pada hemat saya, pendapat-pendapat seperti itu tidak sepenuhnya benar. Bagaimanapun juga gereja (persekutuan orang beriman) perlu bersama orangtua, secara dinamis dan terarah melakukan pengajaran dan pendidikan pada anak, supaya mereka menerima keselamatan. Perlu diingat, penghakiman juga berlaku pada anak-anak (Wahyu 20:15-16) dan jangan lupa bahwa kejahatan/dosa sudah ada pada diri manusia sejak kecil (Kejadian 8:21). Itulah sebabnya anak-anak pun perlu datang pada Yesus (Mat.19:14). Orangtua harus mendukung, jangan malah ”menghalang-halanginya” dengan berbagai dalih.

C. SIAPA YANG LAYAK MELAYANI ANAK-ANAK ?

Ada ungkapan ”air yang jernih membutuhkan saluran yang bersih” Dalam kontek pembicaraan kita lalu berarti: jika air adalah Firman Allah, maka Guru selaku pelayan/pembimbing anak hendaknya menampilkan diri sebagai ”saluran yang bersih” yang mampu menjadi sarana air bersih mengalir dengan baik, yaitu Firman Allah; akibatnya anak-anak akan mengenal TUHAN dan percaya kepadaNya.
Sehubungan dengan hal tsb berikut ini adalah hal-hal mendasar yang hendaknya dimiliki oleh Guru selaku pengajar/pembimbing anak-anak.

1. CERMINAN TUHAN
Guru hendaknya memiliki : (a).Sukacita dan kedisiplinan sebagai cerminan kasih TUHAN, (b).Wibawa sebagai cerminan kuasa TUHAN dan (c).Spiritualitas sebagai cerminan kesucian TUHAN.

2. BEKAL YANG MEMADAI
Guru juga hendaknya memiliki bekal yang memadai yang mendukung pekerjaan pelayanannya, yaitu: (a).Mengenal TUHAN, (b).Mengenal Alkitab (c).Mengenal Anak dan (d).Mengenal Cara Mengajar Anak.

3. MOTIVASI YANG BENAR
Guru hendaknya memiliki motivasi yang baik dan benar dalam mengajar Anak-anak. Motivasi yang baik dan benar tertuju dan berpusat pada TUHAN; sementara motivasi yang tidak baik adalah tertuju pada kemuliaan/pemuliaan diri sendiri (manusia).

4. MEMILIKI TANGGUNG JAWAB
Motivasi pelayanan harus diikuti dan diwujudnyatakan dalam tanggung jawab yang nyata dalam pelayanan pada anak-anak, seperti: tidak menyepelekan anak, tidak memperlakukan anak sebagai orang tua/orang dewasa, bersedia mempersiapkan diri dengan baik sebelum mengajar, dan mendasarkan pekerjaan pelayanan dengan kasih.

5. MEMILIKI KREATIVITAS
Pelayanan kepada anak-anak sebagai kaum yang lebih lemah seringkali berhadapan dengan banyak kendala (baik dari dalam, maupun dari luar), baik kendala struktural maupun finansial. Makan baiklah kita belajar memiliki kreativitas selaku pelayan anak. Contoh: Program Mandiri SAL, PASKAH Kreatif, dst. Salah satu wujud kreativitas pembimbing/pelayan anak-anak adalah kesediaan nya untuk terus belajar tentang : Alat-alat Peraga dalam pelayanan, Aneka Metode Pengajaran, Melibatkan Anak dalam proses Pengajaran, Pastoral Konseling Anak dan Keluarganya, dan berbagai ketrampilan praktis lainnya.



D. PENUTUP

Saya jadi ingat, pada waktu Rasul Petrus bertobat dan mengakui kasih Tuhan Yesus di pinggir pantai (Yohanes 21), maka lagi-lagi Tuhan Yesus mengingatkan Petrus akan tetap setia memperhatikan umat TUHAN, termasuk di dalamnya adalah ”anak-anak” ; ungkapnya: ”Gembalakanlah anak dombaku” (terjemahan lama) atau terjemahan Kitab Suci bahasa Jawa adalah begini: ”Engonen Cempe-cempeku” (Yoh. 21:15). Sayang sekali dalam Alkitab terjemahan baru, telah mengalami perubahan.... maklum karena (mungkin) yang menerjemahkan kan orang dewasa sehingga anak-anak pun dianggap kurang penting.

Lectionary

Beberapa Catatan Penting Sekitar:
Leksionari, Kalender Gerejawi
Oleh: Pdt. Lukas Eko Sukoco, MTh.

01. PENGANTAR
P
erlu dipahami bersama bahwa mulai advent 2008 ini, Sinode GKJ melalui bahan KHOTBAH JANG-KEP l mulai menggunakan Leksionari.
Kemudian 17 – 18 Februari 2009 (dalam rangka HUT Sinode GKJ) akan diselenggarakan Seminar Musik Liturgi, dan Simbol-simbol Gerejawi se Sinode GKJ (di Pondok Remaja SALIB PUTIH Salatiga) yang melibatkan para pendeta, penatua/diaken dengan narasumber para teolog yang mumpuni untuk meningkatkan pemahaman kita.

Hal itu lalu ditindaklanjuti melalui Tim Kerja yang hasilnya akan dilaporkan pada Sidang Sinode mendatang (Nov.2009). Dengan demikian, apa yang kita lakukan kali ini merupakan dasar, sekaligus untuk “pemanasan” menjelang Seminar dan Lokakarya Sinode tab. Semoga hal-hal tersebut sungguh-sungguh bisa ber-manfaat untuk kemuliaan nama Tuhan.


02. LEKSIONARI
L

eksionari (lectionary) adalah: “suatu buku atau jadwal yang berisi suatu kumpulan pembacaan Alkitab yang digunakan oleh umat percaya atau ibadah umat menurut perayaan tahun ibadah”.
Pembacaan Alkitab yang disusun dalam leksionari tsb dibuat secara oikumenis yang dipergunakan oleh sebagian besar Gereja-gereja sedunia, menurut tahun gerejawi dan dipergunakan secara am dalam kehidupan berjemaat. Pola susunan pembacaan Leksionari pada umumnya terdiri dari 4 bacaan Alkitab. Keempat bacaan Alkitab yang tersusun secara leksionari terdiri dari
· Bacaan I : Perjanjian Lama
· Antar Bacaan : Mazmur
· Bacaan II : Surat-surat Rasuli +
Kisah Para Rasul
· Bacaan III : Injil
Dengan pola susunan pembacaan Alkitab secara Leksionari seperti tersebut di atas, maka pembacaan Alkitab secara Leksionari tidak boleh dibolak-balik, misalnya: Bacaan I adalah Injil, Bacaan II adalah Perjanjian Lama, dan bacaan III adalah surat-surat rasuli. Dengan demikian pola pembacaan Alkitab secara Leksionari pada prinsipnya telah memiliki struktur yang tetap, yaitu Bacaan I senantiasa diambil dari Alkitab Perjanjian Lama (kecuali kitab Mazmur); Bacaan II senantiasa diambil dari surat-surat rasul Paulus, surat Ibrani, surat Yakobus, surat I dan II Petrus, surat I, II dan III Yohanes, surat Yudas dan kitab Wahyu. Setelah itu Bacaan III diambil dari kitab Injil, yaitu Injil Matius, Markus dan Lukas; sedangkan Injil Yohanes umumnya dilakukan pada waktu Paska, dan juga digunakan dalam beberapa masa khusus seperti masa Adven, Natal dan masa Pra-Paskah atau Injil Yohanes ditempatkan di antara tahun A, tahun B & tahun C.

Penyusunan daftar pembacaan Alkitab Leksionari senantiasa memperhatikan dengan seksama masa tahun gerejawi seperti masa Adven, masa Natal, masa Ephifani, masa Pra-Paskah, masa Paskah, masa Kenaikan Tuhan, masa Pentakosta, dan minggu-minggu biasa. Karena prinsip pembacaan Alkitab secara Leksionari memperhatikan tahun gerejawi, maka gereja-gereja Tuhan dapat dengan tepat memberitakan firman dalam suatu liturgi yang sesuai dengan tahun gerejawi tersebut. Selain itu jika kita menggunakan pembacaan Alkitab secara Leksionari, maka tidak mungkin terdapat kesalahan pemilihan bacaan Alkitab yang tidak sesuai dengan tahun gerejawi yang sedang berlangsung. Keuntungan lainnya, bahwa seluruh pembacaan Alkitab secara Leksionari mendukung pelaksanaan liturgi secara menyeluruh, khususnya pemberitaan firman, sehingga umat dapat lebih fokus dan menghayati makna dari tahun gerejawi.

Kelemahannya, bahwa melakukan suatu pembacaan rutin adalah tidak mudah. Apalagi jika ternyata secara kontekstual kebutuhan sesuai dengan pergumulan local berbeda. Menyikapi kasuh-kasus seperti ini mestinya dicari solusi yang tepat.

Gereja-gereja Kristen Jawa se Sinode, hingga saat ini secara resmi kita belum menggunakan Leksionari (Lectionary); sungguh pun demikian, sudah ada beberapa GKJ yang telah menggunakannya dalam Liturgi Ibadah mereka. Sementara itu, Bapelsin Bidang PWG bekerjasama dengan LPP Sinode secara parsial juga telah mencoba untuk menggunakan sebagian lectionary dalam “kalender Gerejawi” GKJ. Memang ada beberapa model Lectionary yang kita kenal, seperti: The Roman Catolic Lectionary, Anglican Church Lectionary, Episcopal Church Lexionary, Armenian Lectionary, The Greek Ortodox Lectionary, Revised Common Lectionary, dll. Namun perlu juga diketahui bahwa kebanyakan Gereja Protestan (termasuk GKI) menggunakan Revised Common Lectionary.

Berdasarkan masukan Gereja-gereja tentang perlunya memakai lectionary dengan mengingat berbagai keuntungan seperti telah diuraikan sebelumnya, serta perlunya secara konkrit semakin menampakkan kebersamaan Gereja-gereja sedunia, maka Bapelsin Bidang PWG memiliki kerinduan yang kuat untuk mempelajari, mensosialisasikan serta memberlakukan Lectionary dalam Liturgi Gereja-gereja Kristen Jawa se-Sinode.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka mulai Advent 2008 maka materi Khotbah Jangkep , juga materi Kurikulum Anak serta Kurikulum Remaja 2009 yang disusun dengan memperhitungkan Lesionari gerejawi (yang kebetulan th. 2009 adalah tahun B)


03. KALENDER GEREJAWI
K
alender Gerejawi bisa juga disebut TAHUN GEREJAWI Yaitu suatu tuntunan untuk masa – masa penghayatan Harian dan Mingguan yang dilakukan oleh Gereja, yang berpusat pada Tuhan Yesus Kristus.
Kalender Gerejawi atau Tahun Gerejawi tsb dimulai dari : MINGGU ADVENT, NATAL, EPIFANIA, RABU ABU, PRA PAS-KAH, JUMÁT AGUNG, PASKAH, KENAIKAN KRISTUS, PENTAKOSTA, MINGGU TRINITAS DAN MINGGU-MINGGU SESUDAH TRINITAS.
Ayat-ayat Suci Alkitab yang dipakai dalam masa-masa terbut disesuaikan dengan leksionari yang berlaku pada masa tertentu.
1. MINGGU ADVENT – adalah Minggu persiapan untuk menghayati kedatangan Kristus yang I (NATAL) dan kedatangan Kristus yang II (akhir jaman). Warna dasarnya adalah UNGU
2. HARI RAYA NATAL – adalah hari khusus untuk menghayati kelahiran Kristus di dunia ini (natal: lahir). Perayaan Natal tidak dikenal pada masa gereja purba. Kisah kelahiran Yesus secara khusus hanya ditulis oleh Matius dan Lukas. Trend untuk merayakan Natal baru muncul pada abad ke IV. Warna dasarnya adalah PUTIH.
3. MINGGU EPIFANIA – adalah Minggu untuk menghayati Babtisan dan Pernyataan Yesus Sebagai Sang MESIAS yang dijanjikan. Warna dasarnya adalah HIJAU
4. RABU ABU – adalah jatuh pada hari Rabu sebelum masuk masa Pra Paskah I , yaitu masa persiapan pra paskah (untuk menghayati kelemahan manusia sebagai “abu” yang ringkih/lemah sehingga membutuhkan karya penyelamatan Allah; hal ini ditandai dengan mulainya PUASA. Warna dasarnya adalah UNGU
5. MINGGU PRA PASKAH – adalah minggu-minggu persiapan Paskah yang dilakukan selama 7 minggu untuk menghayati masa paskah (dimulai dengan kesengsaraan, kematia, kebangkitan serta undangan pertobatan) dengan doa dan puasa paskah. Warna dasarnya adalah UNGU.
6. KAMIS PUTIH – adalah jatuh pada hari Kamis Sebelum Paskah. Dilakukan untuk menghayati kesengsaraan Yesus hingga menjelang penyalibannya. Pada masa ini biasanya dilakukan juga dengan Pelayanan Perjamuan Malam. Warna dasarnya adalah PUTIH
7. JUMAT AGUNG – adalah jatuh pada hari Jumát sebelum Paskah. Dilakukan untuk menghayati kesengsaraan dan kematian Yesus yang menjadi “tumbal dosa” di bukit Golgota. Warna dasarnya adalah HITAM.
8. SABTU SEPI – adalah jatuh pada Sabtu sebelum Paskah. Dilakukan untuk menghayati kematian Yesus dan pengurbanannya yang luar biasa demi keselamatan umat manusia. Keheningan menjadi ciri khas masa ini, lalu sorenya adalah berakhirnya masa Puasa Paskah. Warna dasarnya adalah HITAM.
9. MINGGU PASKAH - adalah penghayatan kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati. Dalam Sejarah Gereja inilah hari raya terbesar umat Kristiani Itulah sebabnya berita tentang Kebangkitan Yesus ditulis oleh semua Injil (tidak seperti Natal yang hanya dilaporkan oleh Matius dan Lukas) juga ada dalam kesaksian Surat-surat Paulus dan kesaksian lainnya. Pada masa PASKAH biasanya juga diperingati dengan Perjamuan Kudus Paskah. Warna dasarnya adalah PUTIH.
10. KENAIKAN KRISTUS KE SORGA – adalah jatuh pada hari Kamis, 10 hari sebelum perayaan Pentakosta. Yaitu menghayati “naik”nya Yesus Kristus ke sorga (mechrad) yang disaksikan oleh para murid secara nyata (bukan mimpi!). Dan Tuhan Yesus kembali ke sorga. Warna dasarnya adalah PUTIH.
11. PENTAKOSTA – adalah hari raya ke 50 setelah PASKAH. Yaitu untuk menghayati pencurahan Roh Kudus bagi umat beriman sehingga memiliki spiritualiktas baru dalam pelayanan. Pada hari raya Pentakosta (bukan Pantekosta!) biasanya diperingati juga dan dikaikan dengan Hari raya Panen / hari raya Undhuh-undhuh. Warna dasarnya adalah MERAH.
12. MINGGU TRINITAS I - adalah Satu Minggu sesudah perayaan Pentakosta, yang digunakan untuk menghayati makna ke-“tritunggal”-an Allah yang menyejarah dalam karya penyelamatan umat manusia. Warna dasarnya adalah PUTIH.
13. MINGGU TRINITAS II s.d. XXVI - adalah mulai minggu II setelah Pentakosta hingga minggu XXVI yang disebut juga minggu-minggu biasa untuk menghayati kehidupan Gereja yang berjuang dalam karya pelayanannya di dunia ini. Jadi Minggu Trinitas ini dilakukan selama 25 Minggu. Warna dasarnya adalah HIJAU.

Sekian, terima kasih.
Purworejo; 23 November 2008LES

Selasa, 25 November 2008

We are The Body of Christ

Posted: 24 Nov 2008 10:00 AM CST
Ayat bacaan: Mazmur 122:1========================="Nyanyian ziarah Daud. Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah TUHAN."Ada tiga orang teman saya dalam waktu yang berbeda bercerita bahwa mereka mulai kehilangan gairah untuk pergi ke Gereja. Alasannya pun berbeda-beda. Yang satu terlalu disibuki dengan pekerjaan, sehingga ia kerap merasa terlalu lelah untuk beribadah pada hari Minggu. Yang satu sudah terlalu lama hidup tanpa Gereja, sehingga ia kehilangan motivasi dan urgensi untuk pergi ke Gereja. Satu lagi teman saya merasa bahwa banyak jemaat di Gerejanya bersikap munafik, terutama teman-teman sekerja di kantornya yang juga kebetulan beribadah pada Gereja yang sama. Ia menganggap bahwa para jemaat yang notabene adalah rekan sekerja dan pimpinannya tidaklah mencerminkan sikap sebagai orang kudus dalam dunia kerja. "Buat apa ke Gereja kalau orang-orangnya seperti itu?" katanya. Salah satu dari teman saya itu kemarin saya ajak untuk sama-sama beribadah, dan awalnya ia bersemangat untuk pergi bareng. Apa yang terjadi di hari Minggu? Dia mengatakan bahwa dia tidak enak badan karena terlalu lelah bekerja dalam beberapa hari terakhir, dan membatalkannya. Saya jadi ingat sebuah kisah tentang seorang ibu di salah satu kota kecil di Amerika. Si ibu ini masuk headline di harian lokal karena satu hal saja: ia tidak pernah absen ke Gereja selama 20 tahun. 20 tahun! Itu waktu yang tidak singkat. Fakta ini menimbulkan beberapa pertanyaan di benak saya:
Apakah ibu itu tidak pernah sakit atau tidak enak badan di hari Minggu?
Apakah dia tidak pernah punya masalah dengan jemaat lainnya, pengerja atau mungkin pendeta di Gerejanya?
Apakah selama 20 tahun tidak pernah terjadi hujan atau cuaca buruk di hari Minggu?
Apakah ia tidak pernah merasa terlalu lelah sehingga lebih tertarik untuk tidur?
Apakah ia tidak pernah melakukan liburan akhir pekan ke tempat lain?
Apakah ia tidak pernah ketiduran sehingga terlambat untuk berangkat?
Apakah tidak pernah ada sanak saudara atau tamu berkunjung ke rumahnya di hari Minggu sehingga ia harus melewatkan waktu bersama mereka?
Apakah tidak ada acara mendadak yang harus membatalkan jadwal ke Gereja?
Tidakkah ia pernah merasa bosan mendengar kotbah atau firman tentang hal yang itu lagi, itu lagi? Semua ini seringkali menjadi alasan untuk absen dari ibadah Gereja. "ah..satu kali kan nggak apa-apa.. sekali-kali saja kok.." Ya, mungkin awalnya hanya satu kali, tapi ketahuilah bahwa iblis itu terus mengaum-aum mencari mangsa (1 Petrus 5:8), dan akan memanfaatkan berbagai alasan untuk mencegah kita beribadah, mencari dan bertemu Tuhan, memuliakan Tuhan, mendengar firman dan menerima berkat. Iblis akan terus berusaha untuk mencegah anak-anak Tuhan bersekutu dalam nama Yesus dan saling mendoakan. Lambat laun, kemalasan akan menebal seperti karat dan orang yang demikian akan kehilangan damai sejahtera dan sukacita karena terus semakin jauh dari Tuhan. Memang beribadah itu bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dan sudah seharusnya kita beribadah tanpa membatasi waktu. Hati, pikiran dan mulut kita senantiasa dipenuhi ucapan syukur dan memuji Tuhan. Sungguh baik sekali jika kita rajin meluangkan waktu untuk bersekutu dengan intim dengan Tuhan lewat saat-saat teduh kita. Tapi penting pula untuk diingat bahwa Gereja adalah tempat dimana anggota-anggota keluarga Allah berkumpul menjadi satu keluarga dengan Yesus sebagai kepala, sedangkan kita adalah bagian dari tubuhNya (the body of Christ). "Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu." (Efesus 1:22-23) Selanjutnya Paulus mengingatkan lagi: "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan." (2:19-21). Ya, kita adalah bagian tubuh Kristus, dimana Yesus adalah Kepala. Ini adalah suatu kesatuan luar biasa. Tidak ada manusia yang sanggup hidup sendiri. Alangkah indahnya jika kita mempunyai teman berbagi, saling mendoakan, saling mengingatkan dan saling menolong. Ketika kita sedang dalam kesusahan, saudara yang lain yang kebetulan sedang tidak mengalami kesusahan akan mengulurkan tangan, begitu pula sebaliknya. Hidup bersama dan saling menguatkan sebagai satu kesatuan sebagai tubuh Kristus. "Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota." (1 Korintus 12:20). Dan ingatlah bahwa Kristus sendiri akan hadir jika kita berkumpul dalam namaNya. "Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."(Mat 18:20). Kita juga bisa memiliki wadah dimana iman kita bisa bertumbuh. "sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan,tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, -yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota-menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." (Efesus 4:14-16). Belajar dari ibu di atas, mari kita sama-sama menyadari perlunya saling membangun dalam kasih, saling menguatkan, dengan Kristus bertahta sebagai kepala dari kita semua, sehingga kita bisa berkata seperti Daud pada ayat bacaan hari ini: "Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: "Mari kita pergi ke rumah TUHAN." Saling membangun dalam kasih sebagai satu tubuh utuh yang tidak tercerai-berai