Jumat, 05 Desember 2008

MELAYANI ANAK-ANAK DI DALAM TUHAN


Beberapa Catatan Pengantar Pendalaman
Dipandu Oleh:
Pdt. Lukas Eko Sukoco, M.Th.

A. PENDAHULUAN

Dalam pengamatan saya paling tidak ada TIGA MODEL gereja (GKJ) sehubungan dengan perhatian dan pelayanan bagi anak-anak
MODEL I : Memperhatikan anak-anak ”ala kadarnya” (diadakan SM supaya anak2 tidak mengganggu kebaktian orang dewasa, yang mengajar siapa saja yang mau, walaupun tanpa bekal yang cukup...yang penting jalan... yang aktif membimbing anak kebanyakan anak muda/remaja termasuk yang belum sidi, tidak ada pembekalan khusus guru/pemb SM, anggaran yang disubsidikan rendah, dsb)
MODEL II : Mulai memiliki kesadaran tentang perlunya pembinaan dan pendampingan bagi anak-anak, tetapi dalam praktek/kenyataannya kesadaran tsb belum diikuti dengan kebijakan-kebijakan baru. Jadi ya... secara insidental ada kegiatan tertentu untuk mendukung Pembinaan anak, tetapi secara umum masih hampir sama dengan ”ala kadarnya” (secara insidental kadang ada pembinaan/pembekalan khusus, anggaran yang disubsidi kan boleh jadi sudah mulai lebih banyak katimbang biasanya , kreativitas peningkatan pelayanan untuk anak-anak masih dalam tahap wacana dan insidental)
MODEL III : Telah memiliki kesadaran penuh tentang hakikat, tujuan, strategi pembinaan anak, dan hal tsb lalu diikuti dengan berbagai model pembinaan pada anak-anak secara efektif dan efisien (secara kreatif dan berkesinambungan diadakan pengaderan-pembinaan bagi anak-anak, baik dalam bentuk: Kebaktian Anak/SM, Perayaan-perayaan Khusus, Sekolah Alkitab Liburan, Berbagai kegiatan Ketrampilan – kesenian , Berbagai kegiatan yang terkait dengan kegiatan Kebangsaan/Kemasyarakatan, dsb)

Dalam satu dasa warsa terakhir ini, saya mencermati sudah banyak gereja (GKJ) yang memiliki keasadaran untuk lebih memperhatikan generasi mudanya (Model II?). Paling tidak, hal itu tampak pada peluncuran buku kami, yang berjudul ”AKU MENGIKUT YESUS” dan Pelatihan Guru SM di Sinode yang secara mengejutkan telah mendapat sambutan yang luar biasa. Ditambah berbagai kebijakan baru terhadap peningkatan pembinaan anak (melalui MPDK, Pepenkris, MPHB, MPAN) adalah hal yang menggembirakan; termasuk kebijakan yang menarik namun masih menjadi polemik, yakni: ”keterlibatan anak dalam pelayanan Perjamuan Kudus”.

Yang pantas disayangkan adalah, perhatian lebih terhadap pengaderan/pembinaan anak seringkali masih ”obor blarak” belum dilakukan secara menyeluruh dengan keputusan strategis-struktural yang memadai. Di sisi lain, masih ada juga kelompok-kelompok (tokoh-tokoh) yang berperilaku menyepelekan pembinaan terhadap anak-anak, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Maka jangan heran jika Pendeta (GKJ) yang sungguh-sungguh mau, mampu serta punya waktu untuk membimbing anak-anak Sekolah Minggu masih belum banyak jumlahnya..... Maaf, itu hasil pengamatan saya. Satu hal lagi yang sangat memprihatinkan adalah kenyataan bahwa tidak semua gereja (GKJ) telah dengan sadar menyediakan ruang dan perlengkapan yang memadai untuk pelayanan kepada anak-anak!.



B. MENGAPA (PERLU) MENGAJAR ANAK ?

Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: Mengapa tertarik untuk melayani dan membimbing anak-anak ?.
Jawab atas pertanyaan ini (jika dijawab dengan jujur) akan sangat bervariasi, sesuai dengan kenyataan setiap pribadi.
Berikut ini adalah alasan-alasan mendasar tentang pelayanan, pendampingan dan pembinaan untuk anak-anak.

1. Mengajar Anak adalah Kehendak Allah (Ul.4:9; 6:4-9; Yos.4:22; Amz.4:1; 10:1; 13:24; 19:18; 29:17; Yoel 1:3; Mat.18:2-3; 19:14; Mark.10:14; 13:12 ; Luk.18:16; Ef.6:1-4, dst)

2. Mengajar/Mendidik dengan serius dan bertanggungjawab
Menurut Ulangan 6:4-7a ditegaskan bahwa mendidik anak bukan pilihan, tetapi kewajiban/keharusan/ sebuah kemestian, yang harus dilakukan dengan berbagai metode, di berbagai tempat dan kesempatan

3. Mengajar / Mendidik sebagai sebuah Proses
Menurut Amz.22:6, proses pendidikan itu meliputi: (a).Anak diajar untuk berbuat baik dan apa yang semestinya dilakukan. (b).Anak melihat teladan yang baik melalui guru, orangtua dan komunitas di sekelilingnya. (c).Anak mendapat kesempatan dalam kehidupan sehari-hari untuk melaksanakan apa yang telah dipelajarinya. (d).Anak mendapat ”penghargaan” sebagaimana mestinya terhadap apa yang dilakukannya.

4. Mengajar/Mendidik secara hakiki bersumber pada Firman TUHAN
Ulangan 11:18-19 melukiskan secara teliti proses pengajaran dan pendidikan itu, bagaikan ”menaruh firman dalam hati”, lalu ”mengikatkan sebagai tanda di tangan” serta harus menjadi lambang di dahi”.

5. Mengajar/Mendidik adalah membawa anak untuk menerima Keselamatan
Pendapat bahwa anak tidak perlu diperhatikan karena masih kecil, lalu ada yang mengatakan : ”nanti kalau sudah besar akan tau sendiri”, atau ada juga yang berdalih bahwa ”pendidikan anak bukan tanggung jawab gereja, melainkan tanggung jawab orangtua”,dll. Pada hemat saya, pendapat-pendapat seperti itu tidak sepenuhnya benar. Bagaimanapun juga gereja (persekutuan orang beriman) perlu bersama orangtua, secara dinamis dan terarah melakukan pengajaran dan pendidikan pada anak, supaya mereka menerima keselamatan. Perlu diingat, penghakiman juga berlaku pada anak-anak (Wahyu 20:15-16) dan jangan lupa bahwa kejahatan/dosa sudah ada pada diri manusia sejak kecil (Kejadian 8:21). Itulah sebabnya anak-anak pun perlu datang pada Yesus (Mat.19:14). Orangtua harus mendukung, jangan malah ”menghalang-halanginya” dengan berbagai dalih.

C. SIAPA YANG LAYAK MELAYANI ANAK-ANAK ?

Ada ungkapan ”air yang jernih membutuhkan saluran yang bersih” Dalam kontek pembicaraan kita lalu berarti: jika air adalah Firman Allah, maka Guru selaku pelayan/pembimbing anak hendaknya menampilkan diri sebagai ”saluran yang bersih” yang mampu menjadi sarana air bersih mengalir dengan baik, yaitu Firman Allah; akibatnya anak-anak akan mengenal TUHAN dan percaya kepadaNya.
Sehubungan dengan hal tsb berikut ini adalah hal-hal mendasar yang hendaknya dimiliki oleh Guru selaku pengajar/pembimbing anak-anak.

1. CERMINAN TUHAN
Guru hendaknya memiliki : (a).Sukacita dan kedisiplinan sebagai cerminan kasih TUHAN, (b).Wibawa sebagai cerminan kuasa TUHAN dan (c).Spiritualitas sebagai cerminan kesucian TUHAN.

2. BEKAL YANG MEMADAI
Guru juga hendaknya memiliki bekal yang memadai yang mendukung pekerjaan pelayanannya, yaitu: (a).Mengenal TUHAN, (b).Mengenal Alkitab (c).Mengenal Anak dan (d).Mengenal Cara Mengajar Anak.

3. MOTIVASI YANG BENAR
Guru hendaknya memiliki motivasi yang baik dan benar dalam mengajar Anak-anak. Motivasi yang baik dan benar tertuju dan berpusat pada TUHAN; sementara motivasi yang tidak baik adalah tertuju pada kemuliaan/pemuliaan diri sendiri (manusia).

4. MEMILIKI TANGGUNG JAWAB
Motivasi pelayanan harus diikuti dan diwujudnyatakan dalam tanggung jawab yang nyata dalam pelayanan pada anak-anak, seperti: tidak menyepelekan anak, tidak memperlakukan anak sebagai orang tua/orang dewasa, bersedia mempersiapkan diri dengan baik sebelum mengajar, dan mendasarkan pekerjaan pelayanan dengan kasih.

5. MEMILIKI KREATIVITAS
Pelayanan kepada anak-anak sebagai kaum yang lebih lemah seringkali berhadapan dengan banyak kendala (baik dari dalam, maupun dari luar), baik kendala struktural maupun finansial. Makan baiklah kita belajar memiliki kreativitas selaku pelayan anak. Contoh: Program Mandiri SAL, PASKAH Kreatif, dst. Salah satu wujud kreativitas pembimbing/pelayan anak-anak adalah kesediaan nya untuk terus belajar tentang : Alat-alat Peraga dalam pelayanan, Aneka Metode Pengajaran, Melibatkan Anak dalam proses Pengajaran, Pastoral Konseling Anak dan Keluarganya, dan berbagai ketrampilan praktis lainnya.



D. PENUTUP

Saya jadi ingat, pada waktu Rasul Petrus bertobat dan mengakui kasih Tuhan Yesus di pinggir pantai (Yohanes 21), maka lagi-lagi Tuhan Yesus mengingatkan Petrus akan tetap setia memperhatikan umat TUHAN, termasuk di dalamnya adalah ”anak-anak” ; ungkapnya: ”Gembalakanlah anak dombaku” (terjemahan lama) atau terjemahan Kitab Suci bahasa Jawa adalah begini: ”Engonen Cempe-cempeku” (Yoh. 21:15). Sayang sekali dalam Alkitab terjemahan baru, telah mengalami perubahan.... maklum karena (mungkin) yang menerjemahkan kan orang dewasa sehingga anak-anak pun dianggap kurang penting.

Lectionary

Beberapa Catatan Penting Sekitar:
Leksionari, Kalender Gerejawi
Oleh: Pdt. Lukas Eko Sukoco, MTh.

01. PENGANTAR
P
erlu dipahami bersama bahwa mulai advent 2008 ini, Sinode GKJ melalui bahan KHOTBAH JANG-KEP l mulai menggunakan Leksionari.
Kemudian 17 – 18 Februari 2009 (dalam rangka HUT Sinode GKJ) akan diselenggarakan Seminar Musik Liturgi, dan Simbol-simbol Gerejawi se Sinode GKJ (di Pondok Remaja SALIB PUTIH Salatiga) yang melibatkan para pendeta, penatua/diaken dengan narasumber para teolog yang mumpuni untuk meningkatkan pemahaman kita.

Hal itu lalu ditindaklanjuti melalui Tim Kerja yang hasilnya akan dilaporkan pada Sidang Sinode mendatang (Nov.2009). Dengan demikian, apa yang kita lakukan kali ini merupakan dasar, sekaligus untuk “pemanasan” menjelang Seminar dan Lokakarya Sinode tab. Semoga hal-hal tersebut sungguh-sungguh bisa ber-manfaat untuk kemuliaan nama Tuhan.


02. LEKSIONARI
L

eksionari (lectionary) adalah: “suatu buku atau jadwal yang berisi suatu kumpulan pembacaan Alkitab yang digunakan oleh umat percaya atau ibadah umat menurut perayaan tahun ibadah”.
Pembacaan Alkitab yang disusun dalam leksionari tsb dibuat secara oikumenis yang dipergunakan oleh sebagian besar Gereja-gereja sedunia, menurut tahun gerejawi dan dipergunakan secara am dalam kehidupan berjemaat. Pola susunan pembacaan Leksionari pada umumnya terdiri dari 4 bacaan Alkitab. Keempat bacaan Alkitab yang tersusun secara leksionari terdiri dari
· Bacaan I : Perjanjian Lama
· Antar Bacaan : Mazmur
· Bacaan II : Surat-surat Rasuli +
Kisah Para Rasul
· Bacaan III : Injil
Dengan pola susunan pembacaan Alkitab secara Leksionari seperti tersebut di atas, maka pembacaan Alkitab secara Leksionari tidak boleh dibolak-balik, misalnya: Bacaan I adalah Injil, Bacaan II adalah Perjanjian Lama, dan bacaan III adalah surat-surat rasuli. Dengan demikian pola pembacaan Alkitab secara Leksionari pada prinsipnya telah memiliki struktur yang tetap, yaitu Bacaan I senantiasa diambil dari Alkitab Perjanjian Lama (kecuali kitab Mazmur); Bacaan II senantiasa diambil dari surat-surat rasul Paulus, surat Ibrani, surat Yakobus, surat I dan II Petrus, surat I, II dan III Yohanes, surat Yudas dan kitab Wahyu. Setelah itu Bacaan III diambil dari kitab Injil, yaitu Injil Matius, Markus dan Lukas; sedangkan Injil Yohanes umumnya dilakukan pada waktu Paska, dan juga digunakan dalam beberapa masa khusus seperti masa Adven, Natal dan masa Pra-Paskah atau Injil Yohanes ditempatkan di antara tahun A, tahun B & tahun C.

Penyusunan daftar pembacaan Alkitab Leksionari senantiasa memperhatikan dengan seksama masa tahun gerejawi seperti masa Adven, masa Natal, masa Ephifani, masa Pra-Paskah, masa Paskah, masa Kenaikan Tuhan, masa Pentakosta, dan minggu-minggu biasa. Karena prinsip pembacaan Alkitab secara Leksionari memperhatikan tahun gerejawi, maka gereja-gereja Tuhan dapat dengan tepat memberitakan firman dalam suatu liturgi yang sesuai dengan tahun gerejawi tersebut. Selain itu jika kita menggunakan pembacaan Alkitab secara Leksionari, maka tidak mungkin terdapat kesalahan pemilihan bacaan Alkitab yang tidak sesuai dengan tahun gerejawi yang sedang berlangsung. Keuntungan lainnya, bahwa seluruh pembacaan Alkitab secara Leksionari mendukung pelaksanaan liturgi secara menyeluruh, khususnya pemberitaan firman, sehingga umat dapat lebih fokus dan menghayati makna dari tahun gerejawi.

Kelemahannya, bahwa melakukan suatu pembacaan rutin adalah tidak mudah. Apalagi jika ternyata secara kontekstual kebutuhan sesuai dengan pergumulan local berbeda. Menyikapi kasuh-kasus seperti ini mestinya dicari solusi yang tepat.

Gereja-gereja Kristen Jawa se Sinode, hingga saat ini secara resmi kita belum menggunakan Leksionari (Lectionary); sungguh pun demikian, sudah ada beberapa GKJ yang telah menggunakannya dalam Liturgi Ibadah mereka. Sementara itu, Bapelsin Bidang PWG bekerjasama dengan LPP Sinode secara parsial juga telah mencoba untuk menggunakan sebagian lectionary dalam “kalender Gerejawi” GKJ. Memang ada beberapa model Lectionary yang kita kenal, seperti: The Roman Catolic Lectionary, Anglican Church Lectionary, Episcopal Church Lexionary, Armenian Lectionary, The Greek Ortodox Lectionary, Revised Common Lectionary, dll. Namun perlu juga diketahui bahwa kebanyakan Gereja Protestan (termasuk GKI) menggunakan Revised Common Lectionary.

Berdasarkan masukan Gereja-gereja tentang perlunya memakai lectionary dengan mengingat berbagai keuntungan seperti telah diuraikan sebelumnya, serta perlunya secara konkrit semakin menampakkan kebersamaan Gereja-gereja sedunia, maka Bapelsin Bidang PWG memiliki kerinduan yang kuat untuk mempelajari, mensosialisasikan serta memberlakukan Lectionary dalam Liturgi Gereja-gereja Kristen Jawa se-Sinode.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka mulai Advent 2008 maka materi Khotbah Jangkep , juga materi Kurikulum Anak serta Kurikulum Remaja 2009 yang disusun dengan memperhitungkan Lesionari gerejawi (yang kebetulan th. 2009 adalah tahun B)


03. KALENDER GEREJAWI
K
alender Gerejawi bisa juga disebut TAHUN GEREJAWI Yaitu suatu tuntunan untuk masa – masa penghayatan Harian dan Mingguan yang dilakukan oleh Gereja, yang berpusat pada Tuhan Yesus Kristus.
Kalender Gerejawi atau Tahun Gerejawi tsb dimulai dari : MINGGU ADVENT, NATAL, EPIFANIA, RABU ABU, PRA PAS-KAH, JUMÁT AGUNG, PASKAH, KENAIKAN KRISTUS, PENTAKOSTA, MINGGU TRINITAS DAN MINGGU-MINGGU SESUDAH TRINITAS.
Ayat-ayat Suci Alkitab yang dipakai dalam masa-masa terbut disesuaikan dengan leksionari yang berlaku pada masa tertentu.
1. MINGGU ADVENT – adalah Minggu persiapan untuk menghayati kedatangan Kristus yang I (NATAL) dan kedatangan Kristus yang II (akhir jaman). Warna dasarnya adalah UNGU
2. HARI RAYA NATAL – adalah hari khusus untuk menghayati kelahiran Kristus di dunia ini (natal: lahir). Perayaan Natal tidak dikenal pada masa gereja purba. Kisah kelahiran Yesus secara khusus hanya ditulis oleh Matius dan Lukas. Trend untuk merayakan Natal baru muncul pada abad ke IV. Warna dasarnya adalah PUTIH.
3. MINGGU EPIFANIA – adalah Minggu untuk menghayati Babtisan dan Pernyataan Yesus Sebagai Sang MESIAS yang dijanjikan. Warna dasarnya adalah HIJAU
4. RABU ABU – adalah jatuh pada hari Rabu sebelum masuk masa Pra Paskah I , yaitu masa persiapan pra paskah (untuk menghayati kelemahan manusia sebagai “abu” yang ringkih/lemah sehingga membutuhkan karya penyelamatan Allah; hal ini ditandai dengan mulainya PUASA. Warna dasarnya adalah UNGU
5. MINGGU PRA PASKAH – adalah minggu-minggu persiapan Paskah yang dilakukan selama 7 minggu untuk menghayati masa paskah (dimulai dengan kesengsaraan, kematia, kebangkitan serta undangan pertobatan) dengan doa dan puasa paskah. Warna dasarnya adalah UNGU.
6. KAMIS PUTIH – adalah jatuh pada hari Kamis Sebelum Paskah. Dilakukan untuk menghayati kesengsaraan Yesus hingga menjelang penyalibannya. Pada masa ini biasanya dilakukan juga dengan Pelayanan Perjamuan Malam. Warna dasarnya adalah PUTIH
7. JUMAT AGUNG – adalah jatuh pada hari Jumát sebelum Paskah. Dilakukan untuk menghayati kesengsaraan dan kematian Yesus yang menjadi “tumbal dosa” di bukit Golgota. Warna dasarnya adalah HITAM.
8. SABTU SEPI – adalah jatuh pada Sabtu sebelum Paskah. Dilakukan untuk menghayati kematian Yesus dan pengurbanannya yang luar biasa demi keselamatan umat manusia. Keheningan menjadi ciri khas masa ini, lalu sorenya adalah berakhirnya masa Puasa Paskah. Warna dasarnya adalah HITAM.
9. MINGGU PASKAH - adalah penghayatan kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati. Dalam Sejarah Gereja inilah hari raya terbesar umat Kristiani Itulah sebabnya berita tentang Kebangkitan Yesus ditulis oleh semua Injil (tidak seperti Natal yang hanya dilaporkan oleh Matius dan Lukas) juga ada dalam kesaksian Surat-surat Paulus dan kesaksian lainnya. Pada masa PASKAH biasanya juga diperingati dengan Perjamuan Kudus Paskah. Warna dasarnya adalah PUTIH.
10. KENAIKAN KRISTUS KE SORGA – adalah jatuh pada hari Kamis, 10 hari sebelum perayaan Pentakosta. Yaitu menghayati “naik”nya Yesus Kristus ke sorga (mechrad) yang disaksikan oleh para murid secara nyata (bukan mimpi!). Dan Tuhan Yesus kembali ke sorga. Warna dasarnya adalah PUTIH.
11. PENTAKOSTA – adalah hari raya ke 50 setelah PASKAH. Yaitu untuk menghayati pencurahan Roh Kudus bagi umat beriman sehingga memiliki spiritualiktas baru dalam pelayanan. Pada hari raya Pentakosta (bukan Pantekosta!) biasanya diperingati juga dan dikaikan dengan Hari raya Panen / hari raya Undhuh-undhuh. Warna dasarnya adalah MERAH.
12. MINGGU TRINITAS I - adalah Satu Minggu sesudah perayaan Pentakosta, yang digunakan untuk menghayati makna ke-“tritunggal”-an Allah yang menyejarah dalam karya penyelamatan umat manusia. Warna dasarnya adalah PUTIH.
13. MINGGU TRINITAS II s.d. XXVI - adalah mulai minggu II setelah Pentakosta hingga minggu XXVI yang disebut juga minggu-minggu biasa untuk menghayati kehidupan Gereja yang berjuang dalam karya pelayanannya di dunia ini. Jadi Minggu Trinitas ini dilakukan selama 25 Minggu. Warna dasarnya adalah HIJAU.

Sekian, terima kasih.
Purworejo; 23 November 2008LES