Beberapa Catatan Pengantar Pendalaman
Dipandu Oleh:
Pdt. Lukas Eko Sukoco, M.Th.
A. PENDAHULUAN
Dalam pengamatan saya paling tidak ada TIGA MODEL gereja (GKJ) sehubungan dengan perhatian dan pelayanan bagi anak-anak
MODEL I : Memperhatikan anak-anak ”ala kadarnya” (diadakan SM supaya anak2 tidak mengganggu kebaktian orang dewasa, yang mengajar siapa saja yang mau, walaupun tanpa bekal yang cukup...yang penting jalan... yang aktif membimbing anak kebanyakan anak muda/remaja termasuk yang belum sidi, tidak ada pembekalan khusus guru/pemb SM, anggaran yang disubsidikan rendah, dsb)
MODEL II : Mulai memiliki kesadaran tentang perlunya pembinaan dan pendampingan bagi anak-anak, tetapi dalam praktek/kenyataannya kesadaran tsb belum diikuti dengan kebijakan-kebijakan baru. Jadi ya... secara insidental ada kegiatan tertentu untuk mendukung Pembinaan anak, tetapi secara umum masih hampir sama dengan ”ala kadarnya” (secara insidental kadang ada pembinaan/pembekalan khusus, anggaran yang disubsidi kan boleh jadi sudah mulai lebih banyak katimbang biasanya , kreativitas peningkatan pelayanan untuk anak-anak masih dalam tahap wacana dan insidental)
MODEL III : Telah memiliki kesadaran penuh tentang hakikat, tujuan, strategi pembinaan anak, dan hal tsb lalu diikuti dengan berbagai model pembinaan pada anak-anak secara efektif dan efisien (secara kreatif dan berkesinambungan diadakan pengaderan-pembinaan bagi anak-anak, baik dalam bentuk: Kebaktian Anak/SM, Perayaan-perayaan Khusus, Sekolah Alkitab Liburan, Berbagai kegiatan Ketrampilan – kesenian , Berbagai kegiatan yang terkait dengan kegiatan Kebangsaan/Kemasyarakatan, dsb)
Dalam satu dasa warsa terakhir ini, saya mencermati sudah banyak gereja (GKJ) yang memiliki keasadaran untuk lebih memperhatikan generasi mudanya (Model II?). Paling tidak, hal itu tampak pada peluncuran buku kami, yang berjudul ”AKU MENGIKUT YESUS” dan Pelatihan Guru SM di Sinode yang secara mengejutkan telah mendapat sambutan yang luar biasa. Ditambah berbagai kebijakan baru terhadap peningkatan pembinaan anak (melalui MPDK, Pepenkris, MPHB, MPAN) adalah hal yang menggembirakan; termasuk kebijakan yang menarik namun masih menjadi polemik, yakni: ”keterlibatan anak dalam pelayanan Perjamuan Kudus”.
Yang pantas disayangkan adalah, perhatian lebih terhadap pengaderan/pembinaan anak seringkali masih ”obor blarak” belum dilakukan secara menyeluruh dengan keputusan strategis-struktural yang memadai. Di sisi lain, masih ada juga kelompok-kelompok (tokoh-tokoh) yang berperilaku menyepelekan pembinaan terhadap anak-anak, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Maka jangan heran jika Pendeta (GKJ) yang sungguh-sungguh mau, mampu serta punya waktu untuk membimbing anak-anak Sekolah Minggu masih belum banyak jumlahnya..... Maaf, itu hasil pengamatan saya. Satu hal lagi yang sangat memprihatinkan adalah kenyataan bahwa tidak semua gereja (GKJ) telah dengan sadar menyediakan ruang dan perlengkapan yang memadai untuk pelayanan kepada anak-anak!.
B. MENGAPA (PERLU) MENGAJAR ANAK ?
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: Mengapa tertarik untuk melayani dan membimbing anak-anak ?.
Jawab atas pertanyaan ini (jika dijawab dengan jujur) akan sangat bervariasi, sesuai dengan kenyataan setiap pribadi.
Berikut ini adalah alasan-alasan mendasar tentang pelayanan, pendampingan dan pembinaan untuk anak-anak.
1. Mengajar Anak adalah Kehendak Allah (Ul.4:9; 6:4-9; Yos.4:22; Amz.4:1; 10:1; 13:24; 19:18; 29:17; Yoel 1:3; Mat.18:2-3; 19:14; Mark.10:14; 13:12 ; Luk.18:16; Ef.6:1-4, dst)
2. Mengajar/Mendidik dengan serius dan bertanggungjawab
Menurut Ulangan 6:4-7a ditegaskan bahwa mendidik anak bukan pilihan, tetapi kewajiban/keharusan/ sebuah kemestian, yang harus dilakukan dengan berbagai metode, di berbagai tempat dan kesempatan
3. Mengajar / Mendidik sebagai sebuah Proses
Menurut Amz.22:6, proses pendidikan itu meliputi: (a).Anak diajar untuk berbuat baik dan apa yang semestinya dilakukan. (b).Anak melihat teladan yang baik melalui guru, orangtua dan komunitas di sekelilingnya. (c).Anak mendapat kesempatan dalam kehidupan sehari-hari untuk melaksanakan apa yang telah dipelajarinya. (d).Anak mendapat ”penghargaan” sebagaimana mestinya terhadap apa yang dilakukannya.
4. Mengajar/Mendidik secara hakiki bersumber pada Firman TUHAN
Ulangan 11:18-19 melukiskan secara teliti proses pengajaran dan pendidikan itu, bagaikan ”menaruh firman dalam hati”, lalu ”mengikatkan sebagai tanda di tangan” serta harus menjadi lambang di dahi”.
5. Mengajar/Mendidik adalah membawa anak untuk menerima Keselamatan
Pendapat bahwa anak tidak perlu diperhatikan karena masih kecil, lalu ada yang mengatakan : ”nanti kalau sudah besar akan tau sendiri”, atau ada juga yang berdalih bahwa ”pendidikan anak bukan tanggung jawab gereja, melainkan tanggung jawab orangtua”,dll. Pada hemat saya, pendapat-pendapat seperti itu tidak sepenuhnya benar. Bagaimanapun juga gereja (persekutuan orang beriman) perlu bersama orangtua, secara dinamis dan terarah melakukan pengajaran dan pendidikan pada anak, supaya mereka menerima keselamatan. Perlu diingat, penghakiman juga berlaku pada anak-anak (Wahyu 20:15-16) dan jangan lupa bahwa kejahatan/dosa sudah ada pada diri manusia sejak kecil (Kejadian 8:21). Itulah sebabnya anak-anak pun perlu datang pada Yesus (Mat.19:14). Orangtua harus mendukung, jangan malah ”menghalang-halanginya” dengan berbagai dalih.
C. SIAPA YANG LAYAK MELAYANI ANAK-ANAK ?
Ada ungkapan ”air yang jernih membutuhkan saluran yang bersih” Dalam kontek pembicaraan kita lalu berarti: jika air adalah Firman Allah, maka Guru selaku pelayan/pembimbing anak hendaknya menampilkan diri sebagai ”saluran yang bersih” yang mampu menjadi sarana air bersih mengalir dengan baik, yaitu Firman Allah; akibatnya anak-anak akan mengenal TUHAN dan percaya kepadaNya.
Sehubungan dengan hal tsb berikut ini adalah hal-hal mendasar yang hendaknya dimiliki oleh Guru selaku pengajar/pembimbing anak-anak.
1. CERMINAN TUHAN
Guru hendaknya memiliki : (a).Sukacita dan kedisiplinan sebagai cerminan kasih TUHAN, (b).Wibawa sebagai cerminan kuasa TUHAN dan (c).Spiritualitas sebagai cerminan kesucian TUHAN.
2. BEKAL YANG MEMADAI
Guru juga hendaknya memiliki bekal yang memadai yang mendukung pekerjaan pelayanannya, yaitu: (a).Mengenal TUHAN, (b).Mengenal Alkitab (c).Mengenal Anak dan (d).Mengenal Cara Mengajar Anak.
3. MOTIVASI YANG BENAR
Guru hendaknya memiliki motivasi yang baik dan benar dalam mengajar Anak-anak. Motivasi yang baik dan benar tertuju dan berpusat pada TUHAN; sementara motivasi yang tidak baik adalah tertuju pada kemuliaan/pemuliaan diri sendiri (manusia).
4. MEMILIKI TANGGUNG JAWAB
Motivasi pelayanan harus diikuti dan diwujudnyatakan dalam tanggung jawab yang nyata dalam pelayanan pada anak-anak, seperti: tidak menyepelekan anak, tidak memperlakukan anak sebagai orang tua/orang dewasa, bersedia mempersiapkan diri dengan baik sebelum mengajar, dan mendasarkan pekerjaan pelayanan dengan kasih.
5. MEMILIKI KREATIVITAS
Pelayanan kepada anak-anak sebagai kaum yang lebih lemah seringkali berhadapan dengan banyak kendala (baik dari dalam, maupun dari luar), baik kendala struktural maupun finansial. Makan baiklah kita belajar memiliki kreativitas selaku pelayan anak. Contoh: Program Mandiri SAL, PASKAH Kreatif, dst. Salah satu wujud kreativitas pembimbing/pelayan anak-anak adalah kesediaan nya untuk terus belajar tentang : Alat-alat Peraga dalam pelayanan, Aneka Metode Pengajaran, Melibatkan Anak dalam proses Pengajaran, Pastoral Konseling Anak dan Keluarganya, dan berbagai ketrampilan praktis lainnya.
D. PENUTUP
Saya jadi ingat, pada waktu Rasul Petrus bertobat dan mengakui kasih Tuhan Yesus di pinggir pantai (Yohanes 21), maka lagi-lagi Tuhan Yesus mengingatkan Petrus akan tetap setia memperhatikan umat TUHAN, termasuk di dalamnya adalah ”anak-anak” ; ungkapnya: ”Gembalakanlah anak dombaku” (terjemahan lama) atau terjemahan Kitab Suci bahasa Jawa adalah begini: ”Engonen Cempe-cempeku” (Yoh. 21:15). Sayang sekali dalam Alkitab terjemahan baru, telah mengalami perubahan.... maklum karena (mungkin) yang menerjemahkan kan orang dewasa sehingga anak-anak pun dianggap kurang penting.
Dipandu Oleh:
Pdt. Lukas Eko Sukoco, M.Th.
A. PENDAHULUAN
Dalam pengamatan saya paling tidak ada TIGA MODEL gereja (GKJ) sehubungan dengan perhatian dan pelayanan bagi anak-anak
MODEL I : Memperhatikan anak-anak ”ala kadarnya” (diadakan SM supaya anak2 tidak mengganggu kebaktian orang dewasa, yang mengajar siapa saja yang mau, walaupun tanpa bekal yang cukup...yang penting jalan... yang aktif membimbing anak kebanyakan anak muda/remaja termasuk yang belum sidi, tidak ada pembekalan khusus guru/pemb SM, anggaran yang disubsidikan rendah, dsb)
MODEL II : Mulai memiliki kesadaran tentang perlunya pembinaan dan pendampingan bagi anak-anak, tetapi dalam praktek/kenyataannya kesadaran tsb belum diikuti dengan kebijakan-kebijakan baru. Jadi ya... secara insidental ada kegiatan tertentu untuk mendukung Pembinaan anak, tetapi secara umum masih hampir sama dengan ”ala kadarnya” (secara insidental kadang ada pembinaan/pembekalan khusus, anggaran yang disubsidi kan boleh jadi sudah mulai lebih banyak katimbang biasanya , kreativitas peningkatan pelayanan untuk anak-anak masih dalam tahap wacana dan insidental)
MODEL III : Telah memiliki kesadaran penuh tentang hakikat, tujuan, strategi pembinaan anak, dan hal tsb lalu diikuti dengan berbagai model pembinaan pada anak-anak secara efektif dan efisien (secara kreatif dan berkesinambungan diadakan pengaderan-pembinaan bagi anak-anak, baik dalam bentuk: Kebaktian Anak/SM, Perayaan-perayaan Khusus, Sekolah Alkitab Liburan, Berbagai kegiatan Ketrampilan – kesenian , Berbagai kegiatan yang terkait dengan kegiatan Kebangsaan/Kemasyarakatan, dsb)
Dalam satu dasa warsa terakhir ini, saya mencermati sudah banyak gereja (GKJ) yang memiliki keasadaran untuk lebih memperhatikan generasi mudanya (Model II?). Paling tidak, hal itu tampak pada peluncuran buku kami, yang berjudul ”AKU MENGIKUT YESUS” dan Pelatihan Guru SM di Sinode yang secara mengejutkan telah mendapat sambutan yang luar biasa. Ditambah berbagai kebijakan baru terhadap peningkatan pembinaan anak (melalui MPDK, Pepenkris, MPHB, MPAN) adalah hal yang menggembirakan; termasuk kebijakan yang menarik namun masih menjadi polemik, yakni: ”keterlibatan anak dalam pelayanan Perjamuan Kudus”.
Yang pantas disayangkan adalah, perhatian lebih terhadap pengaderan/pembinaan anak seringkali masih ”obor blarak” belum dilakukan secara menyeluruh dengan keputusan strategis-struktural yang memadai. Di sisi lain, masih ada juga kelompok-kelompok (tokoh-tokoh) yang berperilaku menyepelekan pembinaan terhadap anak-anak, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Maka jangan heran jika Pendeta (GKJ) yang sungguh-sungguh mau, mampu serta punya waktu untuk membimbing anak-anak Sekolah Minggu masih belum banyak jumlahnya..... Maaf, itu hasil pengamatan saya. Satu hal lagi yang sangat memprihatinkan adalah kenyataan bahwa tidak semua gereja (GKJ) telah dengan sadar menyediakan ruang dan perlengkapan yang memadai untuk pelayanan kepada anak-anak!.
B. MENGAPA (PERLU) MENGAJAR ANAK ?
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: Mengapa tertarik untuk melayani dan membimbing anak-anak ?.
Jawab atas pertanyaan ini (jika dijawab dengan jujur) akan sangat bervariasi, sesuai dengan kenyataan setiap pribadi.
Berikut ini adalah alasan-alasan mendasar tentang pelayanan, pendampingan dan pembinaan untuk anak-anak.
1. Mengajar Anak adalah Kehendak Allah (Ul.4:9; 6:4-9; Yos.4:22; Amz.4:1; 10:1; 13:24; 19:18; 29:17; Yoel 1:3; Mat.18:2-3; 19:14; Mark.10:14; 13:12 ; Luk.18:16; Ef.6:1-4, dst)
2. Mengajar/Mendidik dengan serius dan bertanggungjawab
Menurut Ulangan 6:4-7a ditegaskan bahwa mendidik anak bukan pilihan, tetapi kewajiban/keharusan/ sebuah kemestian, yang harus dilakukan dengan berbagai metode, di berbagai tempat dan kesempatan
3. Mengajar / Mendidik sebagai sebuah Proses
Menurut Amz.22:6, proses pendidikan itu meliputi: (a).Anak diajar untuk berbuat baik dan apa yang semestinya dilakukan. (b).Anak melihat teladan yang baik melalui guru, orangtua dan komunitas di sekelilingnya. (c).Anak mendapat kesempatan dalam kehidupan sehari-hari untuk melaksanakan apa yang telah dipelajarinya. (d).Anak mendapat ”penghargaan” sebagaimana mestinya terhadap apa yang dilakukannya.
4. Mengajar/Mendidik secara hakiki bersumber pada Firman TUHAN
Ulangan 11:18-19 melukiskan secara teliti proses pengajaran dan pendidikan itu, bagaikan ”menaruh firman dalam hati”, lalu ”mengikatkan sebagai tanda di tangan” serta harus menjadi lambang di dahi”.
5. Mengajar/Mendidik adalah membawa anak untuk menerima Keselamatan
Pendapat bahwa anak tidak perlu diperhatikan karena masih kecil, lalu ada yang mengatakan : ”nanti kalau sudah besar akan tau sendiri”, atau ada juga yang berdalih bahwa ”pendidikan anak bukan tanggung jawab gereja, melainkan tanggung jawab orangtua”,dll. Pada hemat saya, pendapat-pendapat seperti itu tidak sepenuhnya benar. Bagaimanapun juga gereja (persekutuan orang beriman) perlu bersama orangtua, secara dinamis dan terarah melakukan pengajaran dan pendidikan pada anak, supaya mereka menerima keselamatan. Perlu diingat, penghakiman juga berlaku pada anak-anak (Wahyu 20:15-16) dan jangan lupa bahwa kejahatan/dosa sudah ada pada diri manusia sejak kecil (Kejadian 8:21). Itulah sebabnya anak-anak pun perlu datang pada Yesus (Mat.19:14). Orangtua harus mendukung, jangan malah ”menghalang-halanginya” dengan berbagai dalih.
C. SIAPA YANG LAYAK MELAYANI ANAK-ANAK ?
Ada ungkapan ”air yang jernih membutuhkan saluran yang bersih” Dalam kontek pembicaraan kita lalu berarti: jika air adalah Firman Allah, maka Guru selaku pelayan/pembimbing anak hendaknya menampilkan diri sebagai ”saluran yang bersih” yang mampu menjadi sarana air bersih mengalir dengan baik, yaitu Firman Allah; akibatnya anak-anak akan mengenal TUHAN dan percaya kepadaNya.
Sehubungan dengan hal tsb berikut ini adalah hal-hal mendasar yang hendaknya dimiliki oleh Guru selaku pengajar/pembimbing anak-anak.
1. CERMINAN TUHAN
Guru hendaknya memiliki : (a).Sukacita dan kedisiplinan sebagai cerminan kasih TUHAN, (b).Wibawa sebagai cerminan kuasa TUHAN dan (c).Spiritualitas sebagai cerminan kesucian TUHAN.
2. BEKAL YANG MEMADAI
Guru juga hendaknya memiliki bekal yang memadai yang mendukung pekerjaan pelayanannya, yaitu: (a).Mengenal TUHAN, (b).Mengenal Alkitab (c).Mengenal Anak dan (d).Mengenal Cara Mengajar Anak.
3. MOTIVASI YANG BENAR
Guru hendaknya memiliki motivasi yang baik dan benar dalam mengajar Anak-anak. Motivasi yang baik dan benar tertuju dan berpusat pada TUHAN; sementara motivasi yang tidak baik adalah tertuju pada kemuliaan/pemuliaan diri sendiri (manusia).
4. MEMILIKI TANGGUNG JAWAB
Motivasi pelayanan harus diikuti dan diwujudnyatakan dalam tanggung jawab yang nyata dalam pelayanan pada anak-anak, seperti: tidak menyepelekan anak, tidak memperlakukan anak sebagai orang tua/orang dewasa, bersedia mempersiapkan diri dengan baik sebelum mengajar, dan mendasarkan pekerjaan pelayanan dengan kasih.
5. MEMILIKI KREATIVITAS
Pelayanan kepada anak-anak sebagai kaum yang lebih lemah seringkali berhadapan dengan banyak kendala (baik dari dalam, maupun dari luar), baik kendala struktural maupun finansial. Makan baiklah kita belajar memiliki kreativitas selaku pelayan anak. Contoh: Program Mandiri SAL, PASKAH Kreatif, dst. Salah satu wujud kreativitas pembimbing/pelayan anak-anak adalah kesediaan nya untuk terus belajar tentang : Alat-alat Peraga dalam pelayanan, Aneka Metode Pengajaran, Melibatkan Anak dalam proses Pengajaran, Pastoral Konseling Anak dan Keluarganya, dan berbagai ketrampilan praktis lainnya.
D. PENUTUP
Saya jadi ingat, pada waktu Rasul Petrus bertobat dan mengakui kasih Tuhan Yesus di pinggir pantai (Yohanes 21), maka lagi-lagi Tuhan Yesus mengingatkan Petrus akan tetap setia memperhatikan umat TUHAN, termasuk di dalamnya adalah ”anak-anak” ; ungkapnya: ”Gembalakanlah anak dombaku” (terjemahan lama) atau terjemahan Kitab Suci bahasa Jawa adalah begini: ”Engonen Cempe-cempeku” (Yoh. 21:15). Sayang sekali dalam Alkitab terjemahan baru, telah mengalami perubahan.... maklum karena (mungkin) yang menerjemahkan kan orang dewasa sehingga anak-anak pun dianggap kurang penting.